BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa
jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa yang berfungsi sebagai pemberi
informasi kepada publik, atau dapat diartikan sebagai bahasa komunikasi
pengantar pemberitaan yang biasa digunakan media cetak dan elektronik.
Jurnalistik
adalah bagian dari media massa yang berhubungan dengan masyarakat luas. Untuk
itu penyampaian pesan kepada masyarakat luas harus menggunakan bahasa yang
mudah dipahami agar sesuai dengan dengan kemampuan membaca para khalayak.
Selain itu bahasa jurnalistik harus sesuai dengan norma tata penulisan yakni
kaidah yang berlaku, serta sesuai dengan EYD. Bahasa jurnalistik selalu
mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan masayarakat luas. Meskipun
bahasa jurnalistik menggunakan bahasa sehari hari tapi jurnalistik tidaklah mudah,
tapi kita tetap bisa mempelajari cara menulis yang baik dan benar.
Oleh karena
itu seorang jurnalistik sebaiknya memperhatikan kata ganti, dan lebih baik
apabila gagasan yang sejajar dituangkan dalam kalimat sejajar, manakala sudut
pandang terhadap isi kalimat tetap sama, maka penempatan fokus dapat dicapai
dengan pengubahan urutan kata yang lazim dalam kalimat, pemakaian bentuk aktif
atau pasif, atau mengulang fungsi khusus.
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka
peneliti merumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1. Apa
pengertian dari bahasa jurnalistik?
2. Apa
saja karakteristik atau ciri-ciri dari bahasa jurnalistik?
3. Apa
saja prinsip-prinsip bahasa jurnalistik?
4. Apa
saja Pola Pengembangan Paragraf Jurnalistik?
5. Apa
saja penyimpangan-penyimpangan dalam bahasa jurnalistik?
6. Apa
saja langkah-langkah penulisan yang baik?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan penulis dalam penulisan karya tulis ini adalah
1. Agar
kita dapat mengetahui serta memahami pengertian dari bahasa jurnalistik.
2. Mengetahui
karakteristik apa saja yang terdapat dalam bahasa jurnalistik.
3. Mengetahui
tentang prinsip-prinsip bahasa jurnalistik.
4. Mengetahui
tentang Pola Pengembangan Paragraf Jurnalistik.
5. Agar
dapat mengetahui bentuk-bentuk penyimpangan dalam bahasa jurnalistik dan
berhati-hati dalam menulis sehingga tidak melakukan penyimpangan.
6. Dapat
menulis dengan baik berdasarkan teknik dan langkah-langkah dalam bahasa
jurnalistik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Bahasa Jurnalistik
Bahasa jurnalistik
adalah gaya bahasa yang biasa digunakan oleh wartawan dalam menulis berita.
Bahasa jurnalistik disebut juga bahasa pers dan bahasa media. Sedangkan dalam
bahasa inggris , bahasa jurnalistik disebut
Language of Mass Communication (Bahasa Komunikasi Masa) dan Newspaper Language (Bahasa Surat Kabar).
Ada beberapa pendapat para ahli terkait pengertian
bahasa jurnalistik, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Kamus Besar Bahasa Indonesia(2005)
Bahasa jurnalistik
adalah salah satu ragam bahasa Indonesia, selain tiga lainnya — ragam bahasa
undang-undang, ragam bahasa ilmiah, dan ragam bahasa sastra.
2.
Menurut Rosihan Anwar, wartawan senior terkemuka menyatakan bahwa
bahasa yang digunakan oleh wartawan dinamakan bahasa pers atau bahasa
jurnalistik. Bahasa pers ialah bahasa yang memiliki sifat-sifat khas yaitu
singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Bahasa
jurnalistik harus didasarkan pada bahasa baku, dia tidak dapat menganggap sepi
kaidah-kaidah tata bahasa. Dia juga harus memperhatikan ejaan yang benar. Dalam
kosa kata, bahasa jurnalistik mengikuti perkembangan dalam masyarakat. (Anwar,
1991:1).
3. Menurut
S. Wojowasito dari IKIP Malang dalam Karya Latihan Wartawan Persatuan Wartawan
Indonesia (KLW PWI) di Jawa Timur (1978), bahasa jumalistik adalah bahasa
komunikasi massa seperti tertulis dalam harian-harian dan majalah-majalah.
Dengan fungsi yang demikian itu bahasa tersebut haruslah jelas dan mudah dibaca
oleh mereka dengan ukuran intelek yang minimal, sehingga sebagian besar
masyarakat yang melek huruf dapat menikmati isinya. Walaupun demikian, bahasa
jumalistik yang baik haruslah sesuai dengan norma-norma tata bahasa yang antara
lain terdiri atas susunan kalimat yang benar dan pilihan kata yang cocok
(Anwar, 1991:1-2).
4. Menurut
JS Badudu, seorang pakar bahasa terkemuka dari Bandung, bahasa jumalistik harus
singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, tetapi selalu menarik. Sifat-sifat itu
harus dipenuhi oleh bahasa jurnalistik mengingat media massa dinikmati oleh
lapisan masyarak yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Orang tidak harus
menghabiskan waktunya hanya untuk membaca surat kabar. Harus lugas, tetapi
jelas, agar mudah dipahami. Orang tidak perlu mesti mengulang-ulang apa yang
dibacanya karena ketidakjelasan bahasa yang digunakan dalam surat kabar itu
(Anwar,1991:2).
B.
Karakteristik
dan Ciri-Ciri Bahasa Jurnalistik
Menurut
media bahasa jurnalistik dapat dibedakan berdasarkan bentuknya, yaitu
diantaranya adalah bahasa jurnalistik media cetak, bahasa jurnalistik radio,
bahasa jurnalistik televisi dan bahasa jurnalistik media online internet.
Bahasa jurnalistik juga memiliki ciri-ciri yang sangat khusus diantaranya
adalah sebagai berikut:
1)
Sederhana, artinya selalu memilih kata atau kalimat yang mudah
dimengerti oleh sebagian besar khalayak atau pembaca.
2)
Singkat, artinya
langsung menuju kepada pokok masalah atau pembahasan. Bahasa jurnalistik
dilarang bertele-tele, tidak berputar-putar, dan tidak menyulitkan pembaca
dalam memahami maksud yang ingin disampaikan.
3)
Padat, artinya
Bahasa Jurnalistik harus sarat informasi, artinya setiap kalimat dan paragraf
memuat banyak informasi penting dan menarik, serta layak untuk disajikan kepada
pembaca.
4)
Lugas, artinya tegas, tidak ambigu, sekaligus
menghindari eufamisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan
pembaca dalam memahami maksud yang ingin disampaikan dalam sebuah berita.
5)
Jelas, artinya mudah dipahami atau ditangkap.
maksudnya, tidak baur, atau dengan kata lain jelas susunan kalimatnya sesuai
dengan kaidah subjek-predikat-objek-keterangan (SPOK).
6)
Jernih, artinya tidak menyembunyikan sesuatu yang
bersifat negatif seperti fitnah atau prasangka.
7)
Menarik, artinya mampu membangkitkan minat dan
perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, atau membuat pembaca penasaran
sehingga timbul rasa ingin terus membaca.
8)
Demokratis, artinya
bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau dapat
diartikan penyamarataan status sosial. Bahasa jurnalistik memperlakukan siapa
pun secara sama rata, baik itu presiden, buruh, petani, bahkan pemulung, semua
diperlakukan sama dalam hal teknis penyajian informasi
9)
Populis, artinya setiap diksi atau kata, istilah atau
kalimat apa pun bentuknya harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran
khalayak, pendengar, pemirsa, atau pembaca.
10) Logis,
artinya apa pun yang ada dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraf dalam
karya jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat
(common sense).
11) Gramatikal,
artinya kata, istilah, atau kalimat apapun yang dipakai dan dipilih dalam
bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku.
12) Menghindari kata
tutur, artinya menghindari bahasa sehari-hari secara informal, misalnya
kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan diwarung kopi, terminal, bus
kota, atau di pasar.
13) Menghidari
kata dan istilah asing, artinya tidak terlalu banyak menggunakan istilah asing.
Selain tidak informatif dan komunikatif juga membingungkan pembaca.
14) Pilih kata
(diksi) yang tepat, artinya setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus
produktif tapi juga tidak boleh keluar dari asas efektifitas, artinya pemilihan
setiap kata yang digunakan untuk sebuah berita harus tepat.
15) Mengutamakan
kalimat aktif, artinyaKalimat aktif lebih disukai oleh pembaca ketimbang
kalimat pasif, maka disarankan menggunakan kalimat aktif dalam bahasa
jurnalistik.
16) Menghindari
kata atau istilah teknis, artinya sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca,
tidak membuat kening berkerut, Sebagai contoh, berbagai istilah teknis dalam
dunia kedokteran. Kalau pun tak terhindarkan, maka istilah teknis tersebut
harus disertai dengan penjelasan dan ditempatkan dalam tanda kurung.
C. Prinsip-prinsip Bahasa Jurnalistik
Dengan bahasa jurnalistik diharapkan sebuah informasi dapat mudah
dimengerti oleh para pembaca dengan ukuran intelektual yang minimal, sehingga
sebagian besar masyarakat yang melek huruf dapat menikmati isinya. Walaupun
demikian, pada intinya bahasa jurnalistik yang baik haruslah sesuai dengan norma-norma dan tata bahasa. Ada empat
prinsip retorika tekstual yang dikemukakan Leech, diantaranya adalah:
1)
Prinsip prosesibilitas,
menganjurkan agar teks disajikan sedemikian rupa sehingga pembaca mudah memahami pesan pada waktunya.
Dalam proses memahami pesan penulis harus menentukan:
a.
Bagaimana membagi pesan-pesan menjadi satuan.
b.
Bagaimana tingkat subordinasi dan seberapa pentingnya
masing-masing satuan.
c.
Bagaimana mengurutkan satuan-satuan pesan itu. Ketiga
macam itu harus saling berkaitan satu sama lain.
Penyusunan
bahasa jurnalistik dalam surat kabar berbahasa Indonesia, yang menjadi
fakta-fakta harus cepat dipahami oleh pembaca dalam kondisi apa pun agar tidak
melanggar prinsip prosesibilitas ini. Bahasa jurnalistik Indonesia disusun
dengan struktur sintaksis yang penting mendahului struktur sintaksis yang tidak
penting.
1.
Pangdam VIII/Trikora Mayjen TNI Amir Sembiring
mengeluarkan perintah tembak di tempat, bila masyarakat yang membawa senjata
tajam melawan serta tidak menuruti permintaan untuk menyerahkannya. Jadi
petugas akan meminta dengan baik. Namun jika bersikeras dan melawan, terpaksa
akan ditembak di tempat sesuai dengan prosedur (Kompas, 24/1/99).
2. Ketua Umum
PB NU KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) mengadakan kunjungan kemanusiaan kepada
Ketua Gerakan Perlawanan Timor (CNRT) Xanana Gusmao di LP Cipinang, Selasa
(2/2) pukul 09.00 WIB. Gus Dur didampingi pengurus PBNU Rosi Munir dan staf Gus
Dur, Sastro. Turut juga Aristides Kattopo dan Maria Pakpahan (Suara Pembaruan,
2/2/99).
-
Contoh yang pertama terdiri dari dua kalimat, yaitu
kalimat pertama menyatakan pesan penting dan kalimat kedua menerangkan pesan
kalimat pertama.
-
Contoh yang kedua terdiri dari tiga kalimat, yaitu
kalimat pertama menyatakan pesan penting dan kalimat kedua serta kalimat ketiga
menyatakan pesan yang menerangkan pesan kalimat pertama.
2)
Prinsip kejelasan, yaitu agar
teks itu mudah dipahami. Prinsip ini menganjurkan agar bahasa teks menghindari
ketaksaan (ambiguity). Teks yang tidak mengandung ketaksaan akan mudah dipahami.
1.
Ketika mengendarai mobil dari rumah menuju kantornya
di kawasan Sudirman, seorang pegawai bank, Deysi Dasuki, sempat tertegun
mendengar berita radio. Radio swasta itu mengumumkan bahwa kawasan Semanggi
sudah penuh dengan mahasiswa dan suasananya sangat mencekam (Republika,
24/11/98).
2.
Wahyudi menjelaskan, negara rugi karena pembajak buku
tidak membayar pajak penjualan (PPN) dan pajak penghasilan (PPH). Juga
pengarang, karena mereka tidak menerima royalti atas karya ciptaannya. (Media
Indonesia, 20/4/1997).
Contoh
pertama dan kedua tidak mengandung ketaksaan. Setiap pembaca akan menangkap
pesan yang sama atas teks di atas. Hal ini disebabkan teks tersebut
dikonstruksi oleh kata-kata yang mengandung kata harfiah, bukan kata-kata
metaforis.
3)
Prinsip ekonomi. Prinsip
ekonomi menganjurkan agar teks itu singkat tanpa harus merusak dan mereduksi
pesan. Teks yang singkat dengan mengandung pesan yang utuh akan menghemat waktu
dan tenaga dalam memahaminya. Sebagaimana wacana dibatasi oleh ruang wacana
jurnalistik dikonstruksi agar tidak melanggar prinsip ini. Untuk mengkonstruksi
teks yang singkat, dalam wacana jurnalistik dikenal adanya cara-cara mereduksi
konstituen sintaksis yaitu singkatan, elipsis, dan pronominalisasi.
a.
Singkatan, baik abreviasi maupun akronim, sebagai cara
mereduksi konstituen sintaktik banyak dijumpai dalam wacana jurnalistik.
1.
Setelah dipecat oleh DPR AS karena memberikan sumpah
palsu dan menghalang-halangi peradilan, Presiden Bill Clinton telah menjadi
presiden kedua sejak berdirinya Amerika untuk diperintahkan diadili di dalam
senat (Suara Pembaruan, 21/12/98).
2.
Ketua DPP PPP Drs. Zarkasih Noer menyatakan, segala
bentuk dan usaha untuk menghindari disintegrasi bangsa dari mana pun atau siapa
pun perlu disambut baik (Suara Pembaruan, 21/12/98).
Pada contoh
pertama terdapat abreviasi DPR AS. Pada contoh kedua terdapat abreviasi DPP
PPP. Selain itu ada abreviasi lain seperti SARA, GPK, OTB, OT, AMD, SDM. AAK,
GPK, dll. Terdapat pula berbagai bentuk akronim dengan variasi pembentukannya
walaupun seringkali tidak berkaidah. Misalnya. Curanmor, Curas, Miras, dll.
b.
Elipsis merupakan salah satu cara mereduksi konstituen
sintaktik dengan melesapkan konstituen tertentu.
1. AG XII
Momentum gairahkan olahraga Indonesia (Suara Pembaruan, 21/12/98).
2. Jauh sebelum
Ratih diributkan, Letjen (Pur) Mashudi, mantan Gubernur Jawa Barat dan mantan
Ketua Umum Kwartir Gerakan Pramuka telah menerapkan ide mobilisasi massa.
Konsepnya memang berbeda dengan ratih (Republika, 223/12/98).
Pada contoh
pertama terdapat pelepasan afiks me(N)- pada verba gairahkan. Pelepasan
afiks seperti contoh pertama di atas sering terdapat pada judul wacana
jurnalistik. Pada contoh kedua terdapat pelesapan kata mobilisasi masa pada
kalimat kedua.
c.
Pronominalisasi merupakan cara mereduksi teks dengan
menggantikan konstituen yang telah disebut dengan pronomina. Pronomina
Pengganti biasanya lebih pendek daripada konstituen terganti.
1.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi
Indonesia (DPP PDI) hasil kongres Medan Soerjadi dan Sekjen Buttu Hutapea pada
hari Minggu (23/8) sekitar pukul 18.30 Wita tiba di bandara Mutiara, Palu
Sulawesi Tengah, dengan diangkut pesawat khusus. Keduanya datang untuk
mengikuti Kongres V PDI, dengan pengawalan ketat langsung menunggu Asrama Haji
dan menginap di sana. (Kompas, 24/8/98).
2.
Hendro Subroto bukan militer. Sebagai seorang warga
sipil, jejak pengalamannya dalam beragam mandala pertempuran merupakan rentetan
panjang sarat pengalaman mendebarkan. Ia hadir ketika Kahar Muzakar tewas
disergap pasukan Siliwangi di perbukitan Sulsel (Kompas, 24/8/98).
Pada contoh
pertama tampak bahwa keduanya pada kalimat kedua merupakan
pronominalisasi kalimat pertama. Pada contoh kedua kata ia
mempronominalisasikan Hendro Subroto, sebagai warga sipil pada kalimat
pertama dan kedua.
4)
Prinsip ekspresivitas. Prinsip
ini dapat pula disebut prinsip ikonisitas. Prinsip ini menganjurkan agar teks
dikonstruksi selaras dengan aspek-aspek pesan. Dalam wacana jurnalistik, pesan
bersifat kausalitas (dipaparkan menurut struktur pesannya), yaitu sebabnya
dikemukakan terlebih dahulu baru dikemukakan akibatnya. Demikian pula bila ada
peristiwa yang terjadi berturut-turut, maka peristiwa yang terjadi lebih dulu
akan dipaparkan lebih dulu dan peristiwa yang terjadi kemudian dipaparkan
kemudian.
Dalam
situasi bangsa yang sedang kritis dan berada di persimpangan jalan, karena
adanya benturan ide maupun paham politik, diperlukan adanya dialog nasional.
“Dialog diperlukan untuk mengubur masa lalu, dan untuk start ke masa
depan”. Tutur Prof. Dr. Nurcholis Madjid kepada Kompas di kediamannya di
Jakarta Rabu (23/12) (Kompas, 24/12/98).
Pada contoh
diatas tampak bahwa kalimat pertama menyatakan sebab dan kalimat kedua
mendatangkan akibat.
Merujuk pada
prinsip bahasa jurnalistik yaitu singkat, padat, lugas, sederhana, lancar,
jelas, dan menarik, untuk itu dibuat ketentuan dalam bahasa jurnalistik, antara
lain:
Ø Pengggunaan kata harus ekonomis.
Contoh:
a.
Melakukan pencurian = mencuri
b.
Mengajukan saran = menyarankan
c.
Melakukan pemerasan = memeras
Ø Disarankan menggunakan kalimat aktif.
Contoh:
a.
Pemerintah mengatakan, “Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
akan naik”. (Kalimat Aktif).
b.
Harga Bahan Bakar Minyak akan dinaikkan pemerintah
(Kalimat Pasif).
D. Pola Pengembangan Paragraf
Jurnalistik
Berikut
kemungkinan-kemungkinan pola pengembangan paragraf jurnalistik.
1)
Pola runtutan ruang dan waktu
Pola ini biasanya digunakan untuk
menggambarkan sesuatu kejadian atau peristiwa. Selain itu juga dapat digunakan
untuk membuat tulisan jurnalistik yang bertautan dengan cara-cara membuat
sesuatu.
2) Pola
runtutan sebab-akibat
Pola
ini digunakan untuk mengemukakan alasan terjadinya sesuatu, menjelaskan suatu
proses yang berpautan dengan sebab dan akibat
dari terjadinya hal-hal tertentu
3) Pola
runtutan pembanding
Pola
runtutan pembanding digunakan untuk membandingkan dua hal atau lebih. Di satu
sisi dua hal tersebut memiliki kesamaan, sedangkan disisi lain mengandung suatu
kesamaan, sedangkan pada sisi lain memiliki sejumlah perbedaan.
4) Pola
runtutan peribaratan
Pola
ini ndigunakan untuk menjelaskan hal tertentu yang memiliki ciri keserupaan hal
tertentu. Dalam pola paragraf ini sering digunakan bentuk-bentuk peribaratan,
personifikasi, metafora, dan lain-lain.
5) Pola
runtutan daftar
Pola
ini digunakan dalam karya-karya yang berkaitan dengan karya keteknikan,
mengemukakan informasi dalam bentuk-bentuk daftar, tabel, grafik, dan
semacamnya.
6) Pola
runtutan contoh
Di
dalam pola runtutan contoh ini, kalimat-kalimatnya pengembangnya lazim menggunakan
contoh-contoh tentang apa yang dimaksudkan di dalam kalimat topik atau kalimat
utama paragraf itu. Pola susunan contoh juga banyak ditemukan dalam
tulisan-tulisan jurnalistik yang bersifat ilmiah, bukan karya-karya yang
sifatnya populer.
7) Pola
runtutan bergambar
Gambar
atau ilustrassi dimaksudkan untuk memperjelas apa yang akan dituliskan dalam
sebuah paragraf jurnalistik. Kadangkala ilustrasi atau gambar itu ditempatkan
di samping tulisan jurnalistik, sehingga pembaca dapat terbantu oleh ilustrasi
itu. Pola susunan bergambar ini juga sangat lazim ditemukan di dalam
karya-karya yang sifatnya populer.
E. Penyimpangan-penyimpangan dalam Bahasa Jurnalistik
Penulisan bahasa jurnalistik yang
akan dituangkan ke dalam sebuah media massa kemungkinan masih terdapat beberapa
penyimpangan dalam penulisan bahasa jurnalistik itu sendiri, berikut adalah
beberapa jenis penyimpangan yang terdapat dalam penulisan bahasa jurnalistik :
1.
Peyimpangan morfologis (bentuk kata), sering terjadi
atau dijumpai pada judul berita surat kabar yang memakai kalimat aktif, yaitu
pemakaian kata kerja tidak baku dengan penghilangan afiks. Afiks pada kata
kerja yang berupa prefiks atau awalan dihilangkan.
2.
Kesalahan sintaksis (kalimat), kesalahan berupa
pemakaian tatabahasa atau struktur kalimat yang kurang benar sehingga sering
mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan logika yang kurang bagus.
3.
Penyimpangan leksikal(pemilihan kosakata), kesalahan
ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme) atau meminimalkan
dampak buruk pemberitaan.
4.
Kesalahan ortografis (ejaan), juga terjadi dalam
penulisan kata seperti, Jumat ditulis Jum’at, khawatir ditulis hawatir, jadwal
ditulis jadual, sinkron ditulis singkron, dll.
5.
Kesalahan pemenggalan, terkesan setiap ganti garis
pada setiap kolom kelihatan asal penggal saja. Kesalahan ini disebabkan
pemenggalan bahasa Indonesia masih menggunakan program komputer berbahasa
Inggris.
F.
Teknik
Penulisan yang Baik dan Benar sesuai dengan Kaidah Jurnalistik
Menulis
bukanlah suatu hal yang mudah bagi seseorang, tetapi bukan berarti sulit untuk
dipelajari. Semuanya membutuhkan banyak latihan. Keterampilan menulis
ditentukan kemampuan berfikir penulis yang sistematis, logik dan dialektis.
Kebutuhan tersebut penting karena karya jurnalistik harus memaparkan pokok
persoalannya secara runtun dan sistemis sehingga dimengerti khalayak. Selain
itu penulis atau media harus memiliki visi yang jelas dan pasti ketika mengurai
masalah atau realitas kedalam tulisan. Penguasaan visi dan pokok pikiran
menjadikan penulis lancar ketika mengolah bahan-bahan tulisan. Untuk itu kita
harus mempelajari teknik menulis, yang terlebih dahulu dimulai dari pemahaman
fungsi dan bentuk tulisan. Pemahaman klasifikasi bertujuan agar penulis bisa
membedakan secara teknis gaya penulisan yang dipilihnya. Gaya penulisan dapat
dipilih sesuai keinginan dan kebutuhan.
1)
Jenis tulisan berdasarkan fungsinya ada
lima, diantranya adalah sebagai berikut:
a.
Narasi atau
cerita
Jenis tulisan ini disebut cerita
karena berfungsi sebagai pengungkapan kisah atau peristiwa yang terjalin secara
runtut.
Ketika negoisasi tidak berhasil dan
aparat bersih keras melarang masuk Istana Negara, massa aksi buruh mendesak.
Setelah itu terjadi bentrokan yang melibatkan massa aksi sepuluh ribu orang
dengan empat SSK kepolisian seorang buruh, Udin ditembaki aparat dan kemudian
berteriak minta tolong sebelum petugas palang merah yang menyelamatkannya.
b. Deskripsi atau penggambaran
Berbeda dengan narasi, deskripsi memberi ruang untuk menggunakan pengandaian.
personifikasi, ungkapan ketika menggambarkan sebuah peristiwa.
Seperti monster yang haus darah, aparat tidak puas sekedar menembaki
demonstran membabi buta tapi jugamenendang, memukul, bahkan meludahinya saat
terkapar tak berdaya dan berlumuran darah.
c. Eksposisi atau keterangan
Jenis tulisan ini
berfungsi mengungkapkan pikiran atau gagasan penulis tentang suatu realitas dan
mengandung sikap ajakan. Pembaca diharapkan mengafirmasi dan mendukung gagasan
yang disampaikan penulis.
Dian
Sastro, seorang buruh kerja di PT
Harapan Sentosa Bandung menjelaskan, selama ini dia bekerja tanpa beban. Dengan
jam kerja 9 jam sehari selama 5 hari (Senin-Jum’at), Dian beranggapan
perusahaan cukup bijaksana karena ada libur dua hari. Padahal, jika berpatok padaUndang-UndangKetenagakerjaan,makahanyabutuh
jam kerja sehari atau 40 jam seminggu. Dari cerita Dian, ada nilai lebih
sebanyak 2 jam kerja per hari. Tapi
anehnya,kisah-kisahsepertiiniseolah-olahluputdari pengamatan kaum buruh
kebanyakan.
d.
Argumentasi
atau perbantahan
Jenis
ini memiliki keterkaitan dengan eksposisi dalam hal tujuan penulisan, yakni
mengajak dan mempengaruhi orang untuk percaya dan mendukung gagasan penulis.
Kekhususan jenis argumentasi terletak pada muatannya, mengandung perdebatan
atau pertentangan dua ide yang berbeda untuk pokok pikiran yang sama. Adu
argumentasi terjadi sebagai respon seorang penulis terhadap pendapat orang lain
tentang suatu hal.
Tudingan
Presiden AS, George W. Bush, bahwa Osama bin Laden adalah dalang penyerangan
yang menghancurkan WTC (World Trade Center) dan Pentagon nyatanya tak
pernah terbukti secara otentik. AS selalu mengatakan pihaknya masih
merahasiakan bukti-bukti dengan alasan strategi. Oleh karena itulah masuk akal
bila serangan AS ke Afghanistan hanyalah ajang show force untuk
menakut-nakutinegara-negara lain, termasuk mitra dan kompetitornya dalam
kontelasi perdagangan dunia. Tujuannya, dominasi untuk memenangkan persaingan
pasar.
e.
Refleksi
atau renungan
Jenis tulisan ini
bertujuan untuk mengajak pembaca merenungkan suatu hal dan menggugahnya.
Penulis dituntut mampu membawa perasaan pembacanya untuk mengandaikan diri pada
suatu peristiwa atau momentum. Dengan demikian, penulis sudah memiliki
kesimpulan suatu hal yang ditulisnya, dan akhirnya, pembaca bisa mengerti makna
tulisan tersebut.
1
Mei adalah hari bersejarah, Hari Buruh Internasional. Hari yang tidak bisa
dimaknai rutinitas kaum buruh sedunia untuk sekedar aksi massa atau mogok
ketika memperingatinya. Sebuah momentum yang mengingatkan kita pada gelora perjuangan
buruh Amerika Serikat, akhir abad 19, untuk sebuah 8 jam kerja. Perjuangan
normatif berkonsekuensi politik harus
ditebus puluhan nyawa buruh melayang oleh tembakan tentara rezim borjuasi.
Sekedar ingatan sejarah tentang kelas buruh yang selalu ditakuti gerakannya di
seluruh dunia. Sama seperti Indonesia. Hanya untuk perjuangan yang masih
bersifat normatif, nyawa taruhannya. Kematian Marsinah dan kematian-kematian
buruh lainnya tidaklah bisa dilupakan, tapi jadi cambuk bagi buruh untuk berani
melawan negara yang tidak berpihak kepada rakyat tertindas.
2)
Struktur Tulisan
Memahami
jenis tulisan menurut fungsinya belum cukup bagi seseorang untuk memulai
belajar. Seseorang harus juga mempelajari kaidah tulisan, yakni, mempelajari
struktur tulisan yang diurai menjadi tiga, yaitu:
- Pendahuluan (lead),Pembuka
suatu pokok persoalan yang akan dibahas dalam tulisan. Secara teknis, tidak
boleh ditulis terlalu panjang dan memasuki pembahasan pokok permasalahan. Ia
menjadi gerbang pengenalan topik kepada pembaca untuk mengetahui alur tulisan
dan tujuan penulis. Dalam pendahuluan, penulis melakukan pembatasan masalah dan
pengertian-pengertian sehingga pembaca sudah di set ke dalam logika
tertentu.
-
Inti atau
pembahasan (body), Merupakan tahap pemaparan pokok
persoalan. Bagian ini sering disebut inti atau pengembangan. Pada bagian ini
penulis menjalin gagasan secara sistematis, logis dan dialektis ketika menempatkan pokok pikiran yang akan dibahas. Pengembangan gagasan akan berpuncak pada ketegasan maksud tulisan atau klimaks.
penulis menjalin gagasan secara sistematis, logis dan dialektis ketika menempatkan pokok pikiran yang akan dibahas. Pengembangan gagasan akan berpuncak pada ketegasan maksud tulisan atau klimaks.
-
Penutup(punch),Merupakan
bagian akhir tulisan yang berisi kesimpulan, saran atau pendapat penulis
tentang pokok persoalan yang dikemukakannya sebagai arahan bagi pembaca.
3) Bentuk-bentuk
tulisan jurnalistik
Tulisan ini berisi
laporan langsung yang memuat fakta kejadian langsung dan syarat dengan
informasi. Sifat tulisannya padat, lugas, singkat dan jelas serta memenuhi
unsur-unsur 5 W + 1 H (what, when, where, who, why +how). Struktur
penulisan berita dikenal dengan piramida terbalik. Artinya, tingkat
penyajian berita diukur dari prioritas unsur penting suatu berita dalam
komposisinya. Semakin ke bawah tulian, isi atau informasi yang disajikan semakin
tidak penting.
4) Bahasa
Jurnalistik
Bahasa memegang kunci
dalam pembentukan makna karena teks merepresentasikan ideologi penulis. Teks
memiliki sarat pesan dan motif ideologi atau visi yang bertujuan mengubah
kognisi cara berpikir seseorang.
Semuanya tampak saat pemilihan dan penggunaan kata-kata, struktur kalimat dan rangkaian kalimat keseluruhan.
Semuanya tampak saat pemilihan dan penggunaan kata-kata, struktur kalimat dan rangkaian kalimat keseluruhan.
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Bahasa jurnalistik
adalah gaya bahasa yang biasa digunakan oleh wartawan dalam menulis berita.
Bahasa jurnalistik disebut juga bahasa pers dan bahasa media. Sedangkan dalam
bahasa inggris , bahasa jurnalistik disebut
Language of Mass Communication (Bahasa Komunikasi Masa) dan Newspaper Language (Bahasa Surat Kabar).
Bahasa
jurnalistik
bersifat
sederhana, singkat,
padat, lugas, jelas, jernih, menarik,
demokratis, populis, logis, gramatikal, menghindari kata tutur, menghindari
kata danistilahasing, pilihan kata yang tepat, mengutamakan
kalimat
aktif, menghindari kata atau
istilah
dan
tunduk kepada kaidah etika.
Dalam
penggunaan bahasa jurnalistik penulis
harus memperhatikan prinsip-prinsip bahasa jurnalistik yang ada, diantaranya
adalah prinsip prosesibilitas,
kejelasan, ekonomi,
dan ekspresivitas.
Terdapat tujuh Pola Pengembangan Paragraf Jurnalistik
menurut R.kunjana dalam bukunya, Bahasa Jurnalistik, yakni Pola runtutan
bergambar, Pola runtutan contoh, Pola runtutan daftar, Pola runtutan peribaratan
dan Pola runtutan pembanding, Pola runtutan sebab-akibat, dan Pola runtutan
ruang dan waktu.
Bahasa jurnalistik yang dituangkan kedalam media cetak maupun elektronik
kemungkinan masih terdapat penyimpangan penulisan bahasa jurnalistik itu
sendiri, antara lainpenyimpangan morfologis (bentuk kata), Kesalahan
sintaksis (kalimat), penyimpangan leksikal(pemilihan kosakata), kesalahan
ortografis (ejaan), kesalahan pemenggalan.
Teknik menulis yang baik terlebih dahulu dimulai dari
pemahaman dan bentuk tulisan. Pemahaman klasifikasi bertujuan agar penulis bisa
membedakan secara teknis gaya penulisan yang dipilihnya. Gaya penulisan dapat
dipilih sesuai keinginan dan kebutuhan. Jenis
tulisan berdasarkan fungsinya ada lima, diantranya adalah narasi atau cerita,
deskripsi atau penggambaran, eksposisi
atau
keterangan, refleksi
atau
renungan. Dalam
menulis bahasa jurnalistik harus berisi laporan langsung
yang memuat fakta kejadian langsung dan syarat dengan informasi. Sifat
tulisannya padat, lugas, singkat dan jelas serta memenuhi unsur-unsur 5 W + 1 H
(what, when, where, who, why +how). Bahasa jurnalistik selalu
mengalami perkembangan setiap harinya sesuai dengan perkembangan kehidupan
masyarakat. Maka dari itu bahasa jurnalisik terbukti sangatlah penting untuk
segala bentuk keperluan baik pribadi maupun Negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Rahardi, R.kunjana.2011.Bahasa
Jurnalistik.Bogor.Ghalia Indonesia
https://kangarul.wordpress.com/2009/07/31/ciri-utama-bahasa-jurnalistik/
http://www.romelteamedia.com/2015/09/cara-menulis-berita-baik-5w1h-jurnalistik
http://delektika.wordpress.com/2013/04/19/jurnalistik-bentuk-tulisan-dan-teknik-penulisannya
https://googleweblight.com
hhttp://wwwromaita.com/2009/09/03/pengertian-bahsa-jurnalistik
http://pondokbahasa.wordpress.com/2008/08/07/pemanfaatan-bahasa-daerah-dalam-pengembangan-bahasa-indonesia-media/
Komentar
Posting Komentar