BY BALQIST HAMADA
Hadis mardûd karena kecacatan perawi yaitu
hadis yang perawinya memiliki kecacatan dalam hal keadilan dan agamanya, atau
dalam hal ke- ḍabiṭ- an dan hafalan/ingatannya. [4]
Ada beberapa kecacatan pada perawi yang
menjadikan hadis mardûd , diantaranya:
1. Berkaitan dengan keadilannya, yaitu:
a. Dusta
b. Tuduhan berdusta
c. Fasik
d. Bid’ah
e. Al-Jahâlah (ketidakjelasan).
2. Berkaitan dengan ke -ḍabiṭ- annya,
yaitu:
a. Kesalahan yang sangat buruk
b. Buruk hafalan
c. Kelalaian
d. Banyak waham (prasangka)
e. Menyelisihi para perawi yang
ṣiqâh .
Berdasarkan hal-hal tersebut hadis mardûd
ini dibagi menjadi dua kelompok. [5]
1. Mardûd yang berkaitạn dengan keadilan
perawinya:
a. Mauḍû’
b. Matrûk
c. Mubham.
2. Mardûd yang berkaitan dengan ke ḍabiṭan
perawinya:
a. Maqlûb
b. Muḍṭarib
c. Mudraj
d. Mukhtalaṭ
e. Muṣaḥḥaf
f. Muḥarraf
g. Al-Mazîd fi Muttaṣil al-Asânîd
h. Mu’allal
i. Munkar
j. Syâż.
Dan berikut ini adalah penjelasan tentang
hadis-hadis tersebut:
1. Mauḍû’
Mauḍû’ merupakan bentuk isim maf’ûl dari
kata وضع yang
artinya diletakkan. Sedangkan menurut istilah yaitu sesuatu yang diciptakan dan
dibuat-buat lalu dinisbatkan kepada Rasulullah saw secara dusta.
Hadis ini adalah yang paling buruk dan
jelek di antara hadis-hadis daif lainnya. Para ulama sepakat bahwasanya
diharamkan meriwayatkan hadis ini dari orang yang mengetahui kepalsuannya dalam
bentuk apapun, kecuali disertai penjelasan akan ke- mauḍû’-
annya,
Berikut
ini adalah beberapa contoh hadis mauḍû’: [7]
ﺇِﺫَﺍﺻَﺪَﻗَﺖِ ﺍﻟْﻤَﺤَﺒَّﺔُ ﺳَﻘَﻄَﺖْ ﺷُﺮُﻭْﻁُ
ﺍﻟْﺎَﺩَﺏِ
“Apabila rapat percintaan (antara seorang
dengan yang lain), maka gugurlah syarat-syarat adab”.
Orang mengatakan itu hadis Nabi saw,
padahal sebenarnya itu adalah ucapan seorang yang bernama Junaid, karena ucapan
itu bukan dari Nabi saw, maka yang demikian itu dinamakan mauḍû’.
AL-MUKHOLAFAH
LISSTIQOT ( BERTENTANGAN DENGAN YANG LEBIH KUAT )
Cacatnya rawi karena bertentangan dengan
tsiqot ( yang lebih kuat ) melahirkan lima jenis hadist, masing-masing :
Mudroj, maqlub, al-mazid fi muttashilissanad, al-mutthorib dan al- mushahhaf.
Maqlûb
Maqlûb merupakan bentuk isim maf’ûl dari
kata “ qalb ”, yang artinya dibaliknya sesuatu dari bentuk yang semestinya.
Sedangkan menurut istilah, hadis maqlûb adalah mengganti salah satu kata yang
terdapat pada sanad atau matan sebuah hadis, mendahulukan kata yang seharusnya
diakhirkan dan sebaliknya atau dengan cara yang semisalnya. Hadis ini dibagi
menjadi dua bagian:
a. Maqlûb sanad
Yaitu hadis maqlûb yang terjadi pada sanad.
Maqlûb sanad ini memiliki dua bentuk:
1) Seorang perawi mendahulukan dan
mengakhirkan salah satu nama dari perawi dengan nama ayahnya, misalkan hadis
yang diriwayatkan dari
Ka’ab bin Murrah , tapi seorang perawi
mengatakan “Murrah bin Ka’ab ”.
2) Seorang perawi mengganti salah satu nama
perawi sebuah hadis dengan nama yang lain, supaya nama perawi tersebut tidak
dikenal.
Contohnya:
ﻋَﻦْ ﻋَﻤْﺮٍﻭﺑْﻦِ ﺧَﺎﻟِﺪٍ ﺍﻟﺤَﺮَﻧِﻲِّ ﻋَﻦْ
ﺣَﻤَّﺎﺩٍ ﺍﻟﻨَّﺼِﻴْﺒِﻲِّ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﺎَﻋْﻤَﺶِ ﺃَﺑِﻲ ﺻَﺎﻟِﺢٍ , ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ
, ﻗَﺎﻝَ : ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ : ﺇِﺫَﺍ ﻟَﻘِﻴﺘُﻢُ
ﺍﻟْﻤُﺸْﺮِﻛِﻴﻦَ ﻓِﻲ ﺍﻟﻄَّﺮِﻳﻖِ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﺒْﺪَﺀُﻭﻫُﻢْ ﺑِﺎﻟﺴَّﻠَﺎﻡِ ........ ( ﺭﻭﺍﻩ
ﺍﻟﻄﺒﺮﺍﻧﻲ )
“(Diriwayatkan) dari ‘Amr bin Khalid al-Ḥarrani,
dari Ḥammad an-Naṣibi, dari A’masy, dari Abi Ṣalih, dari Abi Hurairah, ia berkata,
Rasulullah saw pernah bersabda: “Apabila kamu bertemu orang-orang musyrik di
satu jalan, maka janganlah kamu mulai memberi salam kepada
mereka..............” (HR. Ṭabrani).
A’masy (wafat 148 H) yang terdapat dalam
sanad tersebut seharusnya Suhail, tetapi Ḥammad menggantinya dengan A’masy,
karena hendak melakukan perbuatan ganjil, supaya ia terkenal. Padahal yang
sebenarnya hadis itu diriwayatkan dari Suhail bin Abi Ṣalih, dari ayahnya, dari
Abu Hurairah. Seperti itulah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. [13]
b. Maqlûb matan
Yaitu hadis maqlûb yang terjadi pada matan.
Maqlûb ini juga memilki dua bentuk:
1) Seorang perawi mendahulukan sebagian
matan yang seharusnya diakhirkan dari sebuah hadis dan sebaliknya.
2) Seorang perawi menyambungkan sebuah
matan hadis dengan sanad hadis lain dan menyambungkan sebuah sanad hadis dengan
matan hadis lain, seperti yang pernah dilakukan oleh ulama Baghdad terhadap
Imam Bukhari (wafat 256 H) untuk menguji hafalan beliau.
Hadis maqlûb termasuk hadis yang
ḍa’îf , jika pembalikan( qalb ) pada sebuah
sanad atau matan hadis bertujuan agar sanad atau matannya tidak diketahui, jika
tujuannya hanya untuk menguji seorang ahli hadis, maka hal itu diperbolehkan.
Kehujjahan
Hadits Mu’allal
Hadits Mu’allal bisa di jadikan hujjah jika
hadits yang ber i’llat pada sanad (rowi nya) masih tsiqah dan diterima, tetapi
jika rowi nya (yang pada sanad terdapat I’illat) dinilai dusta, maka hadits
mu’allal tidak bisa dijadilan sebagai hujjah.
Hadits ma’ruf
Pengertiannya
Al-ma’ruf artinya yang dikenal atau yang
terkenal menurut bahasa berbentuk isim maf’ul.
Dan hadits ma’ruf menurut istilah adalah
“sebuah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah, yang bertentangan
dengan yang diriwayatkan dengan perawi yang lemah.”
Contoh Hadits Ma’ruf Contoh hadits Ma’ruf
adalah contoh dari hadits Munkar. Hanya saja kalau Munkar dari jalan rawi yang
dhaif sedangkan Ma’ruf dari jalan rawi yang tsiqah. Seperti hadits :
ﻣَﻦ ﺃَﻗﺎﻡَ ﺍﻟﺼَّﻼﺓَ ﻭﺁﺗﻰ ﺍﻟﺰَّﻛﺎﺓَ ﻭﺣَﺞَّ ﺍﻟﺒﻴﺖَ ﻭﺻﺎﻡَ ﻭﻗَﺮَﻯ ﺍﻟﻀَّﻴْﻒَ ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟﺠﻨَّﺔَ
“Barangsiapa mendirikan shalat, menunaikan
zakat, berhaji ke Baitullah, berpuasa dan memuliakan tamu, maka niscaya dia
masuk surga”
Hadits ini dilihat dari jalan Hubayyib bin
Habib az-Zayyat dari Abu Ishaq adalah Munkar, karena Hubayyib meriwayatkannya
secara marfu’ . Adapun selain dia (Hubayyib) dari para rawi yang tsiqat
meriwayatkan hadits tersebut dari Abu Ishaq secara mauquf (disandarkan kepada
Shahabat). Riwayat para rawi yang tsiqat inilah yang disebut dengan Ma’ruf.
Imam Ibnu Abi Hatim rahimahullah setelah memaparkan hadits Hubayyib secara
marfu’ tersebut, beliau berkata : “Hadits itu Munkar, karena selain dia
(Hubayyib) dari para rawi yang tsiqat meriwayatkan hadits tersebut dari Abu
Ishaq secara mauquf (disandarkan kepada Shahabat). Dan itulah yang Ma’ruf
(lawan Munkar)”.
Berdasarkan contoh ini maka hadits yang
datang dari jalur para perawi yang tsiqah dinamakan Ma’ruf, dan yang datang
dari perawi yang tidak tsiqah dinamakan Munkar.
Komentar
Posting Komentar