Langsung ke konten utama

Golongan Muktazilah (Rasionalisme)

Golongan Muktazilah (Rasionalisme)
Golongan ini mendasarkan pokok ajarannya pada lima masalah.
1. Masalah ketauhidan
Kaum ini menafikan (menyangkal) sifat-sifat Allah. Menurut mereka, seandainya diakui ada sifat-sifat Allah yang kadim, itu berarti banyak sifat kadim. Padahal yang kadim itu hanyalah zat Allah semata‘ Selain dari zat-Nya, tak ada satu pun yang kadim. Oleh karena itu, semua sifat Allah yang disebut-sebut oleh golongan salaf maupun khalaf adalah nihil menurut kaum muktazilah. Dalam hal ini, termasuk Al-Qur'an (kalamullah), menurut mereka adalah juga baru (hadits) bukannya kadim.
Oleh karena tidak mau menerima sifat Allah, maka kaum Muktazilah disebut golongan Muatthilah yakni menafikan sifat-sifat Allah. Di samping menafikan sifat-sifat Allah, mereka juga mengatakan bahwa tindakan dan perbuatan makhluk bukanlah diciptakan oleh Allah, melainkan diciptakan oleh makhluk itu sendiri (tawallud). Jadi, menurut mereka, Allah hanya menciptakan makhluk, lalu oleh makhluk itu  menciptakan pekerjaan sendiri. Misalnya, sebentuk cincin di jari tangan manusia, kalau cincin itu bergerak, adalah proses dari pergerakan tangan yang digerakkan oleh manusia. Jadi, gerakan itu bukan digerakan oleh Tuhan. Sedangkan menurut ahlus sunnah waljama'ah, segala perbuatan dan tindakan manusia diciptakan oleh Allah, bukan oleh manusia. Firman Allah (Qs. Ash Shaffat:96) b kecil

Menurut mereka, Allah tetap tak akan terlihat oleh orang mukmin walaupun di negeri akhirat kelak. Sementara ahlus sunnah mengatakan bahwa orang mukmin akan melihat Tuhannya nanti di hari akhirat dengan penuh kenikmatan dan kelezatan. Alasannya adalah firman Allah:
'Pada hari itu wajah orang mukmin ceria kepada Tuhannya mereka melihat." (QS. Al-Qiamah: 22-23


2. M. Keadilan tuhan
Kaum muktazilah beriktikad bahwa Allah wajib berlaku adil terhadap hambanya. Oleh sebab itu, menjadi wajib bagi Allah untuk memberi pahala kepada orang yang taat dan memberi siksa kepada orang yang berbuat maksiat. Apabila menyalahi yang demikian itu, berarti Allah zalim. Ukuran keadilan menurut muktazilah adalah berdasarkan akal dan kebijaksanaan dengan bertitik tolak pada kemaslahatan dalam kebenaran.

3. M. Waad (janji positif) dan wa’id (janji negatif)
Wa ad ialah janji positif, seperti janji pahala bagi yang berbuat kebajikan dan janji surga bagi orang yang taat. Wa 'id ialah janji negatif seperti janji siksaan bagi yang berbuat jahat clan janji neraka bagi yang berbuat maksiat. Menurut muktazilah, Allah wajib menepati janji di dunia maupun di akhirat sesuai perintah clan larangan-Nya. Wa 'ad maupun wa'id berupa perintah (amar dan larangan (nahii)-Nya yang difirmankan dalam kitab suci-Nya. Jadi, apa yang diperintahkan Allah kalau dilakukan, mendapat wa 'ad. Sebaliknya kalau ditinggalkan, mendapat wa‘id.
4. M. Manzilah bainal manzilataini (status antara kafir dan mukmin)
Manzilah bainal manzilataini ialah posisi antara kafir dan mukmin. Kaum muktazilah beriktikad bahwa pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, melainkan berada di antara keduanya. Sebagai konsekuensi dari akidah itu, pelaku dosa besar kelak di akhirat tidak dalam surga dan tidak pula di neraka, melainkan antara keduanya.

5. Amar ma’ruf nahi munkar
Kaum muktazilah beriktikad bahwa amar ma'ruf nahi munkar harus secara radikal dan kalau perlu dengan mengangkat senjata. Kaum ahlus sunnah dalam berarnar maruf nahi munkar harus dengan cara lunak dan kalau tidak berhasil, baru dengan cara kekerasan. Jadi, tidak langsung dengan meng» gunakan kekerasan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian, Syarat, dan Metode Tahammul wal Ada'

Pengertian Tahammul wa al-Ada’           Tahammul adalah menerima dan mendengar suatu periwayatan hadits dari seorang guru dengan menggunakan beberapa metode penerimaan hadits.[1] Muhammad ‘Ajaj al-Khatib memberikan defenisi dengan kegiatan menerima dan mendengar hadits.[2] Jadi tahammul adalah proses menerima periwayatan sebuah hadits dari seorang guru dengan metode-metode tertentu. Al-‘Ada adalah kegiatan meriwayatkan dan menyampaikan hadits.[3] Menurut Nuruddin ‘Itr adalah menyampaikan atau meriwayatkan hadits kepada orang lain.[4] Jadi al-‘ada adalah proses menyampaikan dan meriwayatkan hadits. At-Tahammulal-Hadist        Menurut bahasa tahammul merupakan masdar dari fi’il madli tahmmala ( ﺗَﺤَﻤَّﻞَ - ﻳَﺘَﺤَﻤَّﻞُ - ﺗَﺤَﻤُﻼ ) yang berarti menanggung , membawa, atau biasa diterjemahkan dengan menerima. Berarti tahammul al-hadits menurut bahasa adalah menerima hadits atau menanggung hadits. Sedangkan tahammul al-hadits menurut istilah ulama ahli hadits, sebagaima

MAKALAH Hadits menurut segi kuantitas rawi (Mutawatir dan Ahad); segi kualitas Rawi (Shahih, Hasan dan Dhaif) LENGKAP

BAB I PENDAHULUAN 1.1      Latar Belakang Seperti yang telah diketahui, hadits diyakini sebagai sumber ajaran Islam setelah kitab suci Al-Quran. Hadits merupakan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW. baik berupa ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum dan ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Selain itu, hadits juga dibutuhkan manusia untuk mengetahui inti-inti ajaran dalam Al-Quran. Jika ayat-ayat dalam Al-Quran mutlak kebenarannya, berbeda dengan hadits yang bisa saja belum jelas periwayatannya, hadits tersebut benar berasal dari Nabi Muhammad SAW. atau bukan. Ditinjau dari segi kuantitasnya, hadits dibagi menjadi mutawatir dan ahad. Sedangkan ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan hadits Mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih dan Hasan, sedangkan yang termasuk dalam ha

Language Varieties (Dialect, Styles, Slang word, Registers)

Language Varieties Group 6 Rizal Fachtur Hidayat (16320017) Balqist Hamada (16320021) Sheni Diah Safitri (16320052) Dhimas Muhammad I. J. (16320053) Yoshi Nur Rahmawati (16320096) Nikma Hidayatul Khasanah (16320101) Audy Oktaviani A. I. (16320140) Roby Inwanuddin Affandi (16320220) Wahida Camelia (16320228) Language Varieties Language varies from one social group to another social group, from one situation to another situation, and from one place to another place. Variation shows that every speaker does not speak the same way all the time. Language varieties indicate that the speakers are distinct from members of other groups (Finegan, 2008) . Language variety that signifies particular situations of use is called registers, it is appropriate for use in particular speech situations. There are some examples of language variations that are of interest to linguist according to   (Akmajian, 1998) , lingua francas, pidgins, creoles, jargon, sl