BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sepeninggal Rasulullah saw.,
kepemimpinan Islam dipegang oleh Khulafā’
al-Rāsyidīn. Pada masa ini Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat,
bahkan telah meluas ke seluruh Wilayah
Arab. Meskipun Islam telah berkembang pada
masa ini, namun juga banyak mendapat
tantangan dari luar dan dalam Islam sendiri. Seperti pada masa khalifah Ali bin
Abi Thalib banyak terjadi pemberontakan di daerah hingga terjadi perang
saudara. Salah satu perang dimasa Ali bin Abi Thalib ialah peperangan antara
Muawiyah dengan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang menghasilkan abitrase,
sehingga Muawiyah menggantikan posisi Ali bin Abi Thalib. Dampak yang
ditimbulkan dari abitrase ini adalah pengikut
Ali bin Abi Thalib bersepakat untuk membunuh Ali bin Abi Thalib dan
Muawiyah karena dianggap telah kafir dan halal dibunuh. Dalam rencana
pembunuhan ini, hanya Ali bin Abi Thalib yang berhasil dibunuh.
Berakhirlah masa Khulafā’ al-Rāsyidīn dan digantikan oleh
pemerintahan Dinasti Umayyah dibawah pimpinan Muawiyah bin Abi Sofyan. Pada
masa pemerintahan Dinasti Umayyah, Islam semakin berkembang dalam segala aspek
hingga perluasan daerah kekuasaan.
Setelah pemerintahan Dinasti Umayyah
berakhir, maka pemerintahan Islam digantikan oleh pemerintahan Dinasti
Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan
Umat Islam. Abbasiyah dinisbatkan kepada al-Abbas paman Nabi Muhammad saw.
Dinasti ini berdiri sebagai bentuk dukungan terhadap pandangan yang diserukan
oleh Bani Hasyim setelah wafat
Rasulullah saw., yaitu menyandarkan khilāfah
kepada keluarga Rasulullah dan kerabatnya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
sejarah Lahirnya
Bani Abbasiyah ?
2.
Bagaimana Sistem
Transisi Kepemimpinan Bani Abbasiyah?
3.
Bagaimana Kondisi
Sosial, Politik dan Budaya di masa Bani Abbasiyah?
4.
Bagaimana
Perkembangan Dakwah Islam di masa Bani Abbasiyah?
5.
Bagaimana
Perkembangan IPTEK di masa Bani Abbasiyah?
6.
Apa Saja Sebab-sebab
Kemunduran Bani Abbasiyah?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui Sejarah
Lahirnya Bani Abbasiyah
2.
Mengetahui Sistem
Transisi Kepemimpinan Bani Abbasiyah
3.
Mengetahui Kondisi
Sosail, Politik dan Budaya di masa Bani Abbasiyah
4.
Mengetahui
Perkembangan Dakwah Islam di masa Bani Abbasiyah
5.
Mengetahui
Perkembangan IPTEK di masa Bani Abbasiyah
6.
Mengetahui Sebab-sebab
Kemunduran Bani Abbasiyah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lahirnya
Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah didirikan oleh
Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H. (750 M.) s. d.
656 H. (1258 M.). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.[1][1]
Pada masa pemerintahan Dinasti
Umayyah, Bani Abbas telah melakukan
usaha perebutan kekuasaan, Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan
kekuasaan sejak masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal liberal dan memberikan
toleransi kepada kegiatan keluarga Syi’ah. Gerakan itu didahului oleh
saudara-saudara dari Bani Abbas, seperti Ali bin Abdullah bin Abbas, Muhammad
serta Ibrahim al-Imam, yang semuanya mengalami kegagalan, meskipun belum
melakukan gerakan yang bersifat politik. Sementara itu, Ibrahim meninggal dalam
penjara karena tertangkap, setelah menjalani hukuman kurungan karena melakukan
gerakan makar. Barulah usaha perlawanan itu berhasil ditangan Abu Abbas,
setelah melakukan pembantaian terhadap seluruh Bani Umayyah, termasuk khalifah
Marwan II yang sedang berkuasa.[2][2]
Bani Abbasiyah merasa lebih berhak
daripada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam,
sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim yang secara nasab lebih dekat dengan Nabi saw.
Menurut mereka, orang Bani Umayyah
secara paksa menguasai khalifah melalui tragedi perang siffin. Oleh karena itu,
untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa,
melakukan pemberontakan terhadap Bani Umayyah.[3][3]
Pergantian kekuasaan Dinasti Umayyah
oleh Dinasti Abbasiyah diwarnai dengan pertumpahan darah. Meskipun kedua
dinasti ini berlatar belakang beragama Islam, akan tetapi dalam pergantian
posisi pemerintahan melalui perlawanan yang panjang dalam sejarah Islam.
Disebut dalam sejarah bahwa
berdirinya Bani Abbasiyah, menjelang berakhirnya Bani Umayyah I, terjadi
bermacam-macam kekacauan yang antara lain disebabkan:
1.
Penindasan yang terus menerus
terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya.
2.
Merendahkan kaum Muslimin yang bukan
Bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan.
Oleh karena itu, logis kalau Bani
Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia untuk
menumbangkan Bani Umayyah. Gerakan ini menghimpun;
a.
Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya
Abu Salamah;
b.
Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman;
Mereka memusatkan kegiatannya di Khurasan. Dengan
usaha ini, pada tahun 132 H./750 M. tumbanglah Bani Umayyah dengan terbunuhnya
Marwan ibn Muhammad, khalifah terakhir
Bani Umaiyah. Atas pembunuhan Marwan, mulailah berdiri Daulah Abbasiyah dengan
diangkatnya khalifah yang pertama, yaitu Abdullah ibn Muhammad, dengan gelar
Abu al-Abbas al-Saffah, pada tahun 132-136 H./750-754 M.[6][6]
Pada awal kekhalifahan Bani Abbasiyah menggunakan
Kuffah sebagai pusat pemerintahan,
dengan Abu al-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah
penggantinya, Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M.) memindahkan pusat pemerintahan
ke Bagdad. Daulah Abbasiyah mengalami pergeseran dalam mengembangkan
pemerintahan, sehingga dapatlah dikelompokkan masa Bani Abbasiyah menjadi lima
periode sehubungan dengan corak pemerintahan. Sedangkan menurut asal-usul
penguasa selama masa 508 tahun Bani Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian
penguasa, yakni Bani Abbas, Bani
Buwaihi, dan Bani Seljuk.
B. Sistem Transisi Kepemimpinan Bani
Abbasiyah
Sejarah peralihan kekuasaan dari Daulah Bani Umayyah
kepada Daulah Bani Abbas bermula ketika Bani Hasyim menuntut kepemimpinan Islam
berada di tangan mereka, karena mereka adalah keluarga nabi yang terdekat.
Tuntutan itu sebenarnya telah ada ketika wafatnya Rasulullah. Tetapi tuntutan
itu baru mengkristal (mengeras) ketika Bani Umayyah naik tahta dengan mengalahkan Ali bin Abi
Thalib. Bani Hasyim yang menuntut kepemimpinan Islam itu paling tidak dapat
digolongkan menjadi dua golongan besar. Pertama golongan
‘Alawi, keturunan Ali bin abi Thalib. Mereka ini dapat dibagi menjadi dua
golongan yaitu: pertama keturunan dari Fatimah, dan yang kedua keturunan dari Muhammad bin
Al-Hanafiyah. Kedua adalah
golongan Abbasiyah (Bani Abbasiyah), keturunan Al-Abbas paman Nabi tersebut.
Perbedaan dari kedua golongan tersebut, paling tidak golongan Abbasiyah lebih
mementingkan kemampuan politik yang lebih besar daripada golongan ‘Alawi.
Pada
abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri yakni perang antara
pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah).
Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri
Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu
bangkitlah kekuasaan Abbasiyah. Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya
Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti akan tetapi lebih dari itu
adalah penggantian struktur sosial dan ideologi. Sehingga dapat dikatakan
kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi.
Menurut
Crane Brinton dalam Mudzhar (1998:84), ada 4 ciri yang menjadi identitas
revolusi yaitu :
- Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa mendapat kritik keras dari masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat yang di sebabkan ketimpangan-ketimpangan dari ideologi yang berkuasa itu.
- Mekanisme pemerintahannya tidak efesien karena kelalaiannya menyesuaikan lembaga-lembaga sosial yang ada dengan perkembangan keadaan dan tuntutan zaman.
- Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideologi yang berkuasa pada wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus.
- Revolusi itu pada umumnya bukan hanya di pelopori dan digerakkan oleh orang-orang lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para penguasa oleh karena hal- hal tertentu yang merasa tidak puas dengan sistem yang ada .[7]
C. Kondisi Sosial, Politik dan Budaya Bani Abbasiyah
·
KONDISI SOSIAL
Di saat terjadi perpindahan kekuasaan dari Umayyah ke
Abbasiyah, wilayah geografis kekuasaanya sangat luas. Kondisi ini mengantarkan terjadinya interaksi intensif penduduk setiap
daerah dengan daerah lainnya. Interaksi ini memungkinkan proses asimilasi
budaya dan peradaban setiap daerah.
Para penguasa Abbasiyah membentuk masyarakat
berdasarkan rasa persamaan. Pendekatan terhadap kaum Malawi dilakukan antara
lain dengan mengadopsi system Administrasi
dari tradisi setempat (Persia)
Pembagian
kelas dalam masyarakat Daulat Abbasiyah berdasarkan jabatan seseorang seperti
menurut jarzid Zaidan, masyarakat Abbasiyah terbagi dalam 2 kelompok besar,
kelas khusus dan kelas umum. Kelas khusus terdiri dari khalifah, keluarga
khalifah (Bani Hasyim) para pembesar negara (Menteri, gubernur dan panglima).
Kaum bangsawan non Bani Hasyim (Quraisy) pada umumnya. Dan para petugas khusus, tentara dan pembantu Istana.
Sedangkan kelas umum terdiri dari para seniman, ulama, pujangga fukoha,
saudagar dan penguasa buruh dan petani.
Sistem
Sosial Pada masa ini, sistem social adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa
Dinasti Umayah). Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang
sangat mencolok, yaitu :
1.
Tampilnya kelompok mawali dalam
pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama dalam kedudukan sosial.
2.
Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah
terdiri dari beberapa bangsa ang berbeda-beda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab
dll.).
3.
Perkawinan campur yang melahirkan
darah campuran.
4.
Terjadinya pertukaran pendapat,
sehingga muncul kebudayaan baru .[8]
·
KONDISI
POLITIK BANI ABBASIYAH
Ketika Daulah Abasiyah memegang tampuk kekuasaan
tertinggi islam, terjadi banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat, pada
porsi tertentu antara politik dan sastra saling mempengaruhi. Pergeseran paling
fundamental terjadi ketika pusat kekuasaaan dipindahkan dari Damaskus dengan
tradisi arab kental ke Baghdad dengan tradisi Parsinya. Pada masa ini seluruh
sistem pemerintahan dan kekuasaan politik dipengaruhi peradaban Sasaniyah Parsi
dimana khalifah berkuasa mutlak dan memimpin seluruh struktur pemerintahan
mulai dari menteri, pengadilan, sampai panglima prajurit.
Puncak kekuasaanpun tidak lagi terbatas pada keturunan
arab. Kondisi politik seperti ini sangat mungkin memepengaruhi perkembangan
aktivitas sastra ketika itu, karena para syua’ra adalah orang
terdekat khalifah di lingkungan istana setelah menteri dan struktur pemerintah
lainnya.
Selama Dinasti
ini berkuasa, pola pemerintahan
yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya.
Berdasarkan perubahan tersebut,
para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani
Abbasiyah menjadi 3 periode, yaitu :
Abbasiyah menjadi 3 periode, yaitu :
1.
Periode
Pertama (750-847 M)
Pada periode ini, seluruh kerajaan
Islam berada di dibawah kekuasaan para Khalifah
kecuali di Andalusia. Adapun para Khalifah yang memimpin pada ini sebagai berikut :
kecuali di Andalusia. Adapun para Khalifah yang memimpin pada ini sebagai berikut :
1.
Abul Abbas as-saffah
(750-754 M)
2.
Abu Ja’far al mansyur
(754 – 775 M)
3.
Abu Abdullah M.
Al-Mahdi bin Al Mansyur (775-785 M)
4.
Abu Musa Al-Hadi
(785—786 M)
5.
Abu Ja’far Harun
Ar-Rasyid (786-809 M)
6.
Abu Musa Muh. Al Amin
(809-813 M)
7.
Abu Ja’far Abdullah Al
Ma’mun (813-833 M)
8.
Abu Ishak M. Al
Muta’shim (833-842 M)
9.
Abu Ja’far Harun Al
Watsiq (842-847 M)
10.
Abul Fadhl Ja’far Al
Mutawakkil (847-861)
2.
Periode
kedua (232 H/847 M – 590 H/1194 M)
Pada periode ini, kekuasaan
bergeser dari sistem sentralistik pada sistem
desentralisasi, yaitu ke dalam tiga negara otonom :
desentralisasi, yaitu ke dalam tiga negara otonom :
a)
Kaum Turki (232-590 H)
b)
Golongan Kaum Bani
Buwaih (334-447 H)
c)
Golongan Bani Saljuq
(447-590 H)
Dinasti-Dinasti di atas pada akhirnya melepaskan
diri dari kekuasaan Baghdad pada
masa Khalifah Abbassiyah.
masa Khalifah Abbassiyah.
3.
Periode
ketiga (590 H/1194 M – 656 H/1258 M)
Pada periode ini, kekuasaan berada
kembali ditangan Khalifah, tetapi hanya di
baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya.
baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya.
Sedangkan para ahli kebudayaan
Islam membagi masa kebudayaan Islam di zaman
daulah Abbasiyah kepada 4 masa, yaitu :
daulah Abbasiyah kepada 4 masa, yaitu :
1.
Masa Abbasy I, yaitu
semenjak lahirnya Daulah Bani Abbasiyah tahun 750 M,
sampai meninggalnya Khalifah al-Wasiq (847 M).
sampai meninggalnya Khalifah al-Wasiq (847 M).
2.
Masa Abbasy II, yaitu
mulai Khalifah al-Mutawakkal (847 M), sampai berdirinya
daulah Buwaihiyah di Baghdad (946 M).
daulah Buwaihiyah di Baghdad (946 M).
3.
Masa Abbasy III, yaitu
dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun (946 M) sampai
masuk kaum Seljuk ke Baghdad (1055 M).
masuk kaum Seljuk ke Baghdad (1055 M).
4.
Masa Abbasy IV, yaitu
masuknya orang-orang Seljuk ke Baghdad (1055 M), sampai
jatuhnya Baghdad ke tangan Tartar di bawah pimpinan Hulako (1268 M).
jatuhnya Baghdad ke tangan Tartar di bawah pimpinan Hulako (1268 M).
·
KEBUDAYAAN BANI
ABBASIYAH
Sebagaimana
diketahui sebelumnya bahwa kebebasan berpikir diakui sepenuhnya
sebagai hak asasi setiap manusia oleh Daulah Abbasiyah. Oleh karena itu, pada waktu itu akal dan pikiran benar-benar dibebaskan dari belenggu taqlid, sehingga orang leluasa
mengeluarkan pendapat. Berawal dari itu, zaman pemerintahan Abbasiyah awal
melahirkan 4 Imam Madzhab yang ulung, mereka adalah Syafi’i , Hanafi, Hambali , dan
Maliki.
sebagai hak asasi setiap manusia oleh Daulah Abbasiyah. Oleh karena itu, pada waktu itu akal dan pikiran benar-benar dibebaskan dari belenggu taqlid, sehingga orang leluasa
mengeluarkan pendapat. Berawal dari itu, zaman pemerintahan Abbasiyah awal
melahirkan 4 Imam Madzhab yang ulung, mereka adalah Syafi’i , Hanafi, Hambali , dan
Maliki.
Disamping itu, zaman pemerintahan
Abbasiyah awal itu juga melahirkan Ilmu Tafsir al-Quran dan pemisahnya dari
Ilmu Hadits. Berikut merupakan beberapa
kebudayaan yang berkembang pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah.
Kebudayaan
Persia
·
Pesatnya perkembangan kebudayaan Persia di zaman ini
karena dua faktor, yaitu :
·
Pembentukan lembaga wizarah (kementrian)
·
Pemindahan ibukota
Kebudayaan
Hindi
Peranan orang India dalam membentuk kebudayaan Islam terjadi
dengan dua cara:
dengan dua cara:
·
Secara langsung, Kaum
muslimin berhubungan langsung dengan orang-orang India seperti lewat
perdagangan dan penaklukan.
·
Secara tak langsung, penyaluran kebudayaan
India ke dalam kebudayaan Islam lewat
kebudayaan Persia.
Kebudayaan Yunani.
Harran, Kota yang
dibangun di utara Iraq yang menjadi pusat pertemuan segala macam kebudayaan.
Warga kota Harran merupakan pengembangan kebudayaan Yunani terpenting di zaman
Islam, terutama dimasa Daulah Abbassiyah.
Kebudayaan
Arab
Masuknya kebudayaan Arab ke dalam kebudayaan Islam
terjadi dengan dua jalan utama, yaitu :
·
Jalan Agama,
Mengharuskan mempelajari Qur’an, Hadist, Fiqh yang semuanya dalam bahasa Arab.
·
Jalan Bahasa, Jazirah
Arabia adalah sumber bahasa Arab, bahasa terkaya diantara rumpun bahasa samy
dan tempat lahirnya Islam.[9]
D. Perkembangan Dakwah pada Masa Dinasti
Abbasiyah
Gerakan
dakwah pada masa Abbasiyah ini tidak lepas dari peran Ulama dan Umara yang
masih tetap konsisten untuk memperjuangkan serta membela agamanya. Karena
seiring dengan kebencian dan kedengkian serta munculnya gerakan-gerakan orang-orang Eropa Kristen, kondisi dunia Islam dan kaum
Muslimin telah menciptakan mentalitas layak terbelakang dan kalah di mana saat
itu sebagaimana yang ditulis oleh Majid ‘Irsan al-kilani dalam bukunya bahwa di
dalam tubuh umat islam telah terjadi perpecahan pemikiran Islam.
Tuntutan perubahan atas kondisi
masyarakat saat itu terasa semakin mendesak, demikian juga dengan bahaya
kekuatan luar yang terus mengancam. Saat itu, masyarakat Muslim dihadapkan pada
dua pilihan, yaitu melakukan perubahan radikal dari dalam atau menyerah kepada
ancaman yang membawa kebinasaan. Akan tetapi, seluruh elemen dan potensi
gerakan dakwah dikerahkan oleh para Ulama dan Umara untuk memilih perubahan
radikal dari dalam diri (internal).
Sampai mereka pun lebih memfokuskan
metodenya kepada gerakan dakwah yang bersifat kultur, yakni lebih memfokuskan
perhatiannya kepada upaya berbenah diri untuk mengevaluasi dan memperbarui
semua pemikiran dan konsepnya selama ini, agar kemudian bisa kembali ke tengah
masyarakat dan memulai proses pembaruan (ishlah) atau menjalankan prinsip amar
maruf nahyi munkar.
E.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Bani Abbasiyah
1. Filsafat
Istilah filsafat diartikan sebagai pengetahuan dan
penyidikan dengan akal budi mengenai segala hakikat yang ada, sebab, asal dan
hukumnya. Filsafat itu bermacam macam seperti filsafat ketuhanan, filsafat
alam, dan filsafat islam.
Filsafat islam adalah pengetahuan dan penyidikan
dengan akal budi mengenai segala hakikat yang ada, sebab, asal dan hukumnya dan
ketentuan ketentuannya berdasarkan Alqur'an dan Al Hadits.
Adapun tokoh
tokoh filsafat Islam antara lain sebagai berikut:
a.
Abu Ishak Al Kindi (809-873 M)
b.
Abu Nashr Al Farabi (870-950 M)
c.
Ibnu Sina (980-1036 M)
d.
Al-Gazali (1058-1111 M)
e.
Ibnu Rusyd (1126-1198 M)
2. Kedokteran
Dokter dokter
muslim terkenal pada Dinasti Abbasiyah antara lain sebagai berikut.
a.
Hunain Ibnu Ishak (804-874 M)
terkenal sebagai dokter ahli mata
b.
Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria Ar
Razi (809-73 M), dokter ahli
penyakit cacar dan campak.
c.
Ibnu Sina (980-1036 M) seorang
dokter di Istana Amir Nuh Ibnu ansur di Bukhara. Karya tulisnya yang terkenal
berjudul "Al Qanun Fi At Tib" merupakan ensiklopedi kedokteran..
3. Farmasi dan
Kimia
Merupakan pengetahuan
tentang pembuatan obat obatan, sedangkan ilmu kimia berarti ilmu yang membahas
tentang penguraian zat zat.
Para
cendekiawan muslim yang ahli di bidang farmasi dan kimia, antara lain:
a.
Ibnu Bachtiar (abad ke 7 M)
b.
Rasyiduddin bin Suwari (wafat tahun
639 H)
c.
Jubair bin Haiyah (hidup pada masa
Khalifah al Mahdi 158-169 H)
4. Astronomi
Merupakan ilmu yang mempelajari perjalanan matahari, bulan,
bumi dan bintang bintang. Para
cendekiawan muslim yang ahli di bidang Astronomi antara lain
a.
Abu Mansur al Falaki (wafat tahun
272 H),
b.
Jabir al Batani (wafat tahun 319 H),
pencipta teropong bintang pertama,
c.
Rayhan al Bairuni (wafat tahun 440
H)
5.
Matematika
Para cendekiawan muslim yang menekuni bidang
matematika dan menemukan prinsip prinsip dasar matematika dan mengembangkannya
antara lain sebagai berikut.
a.
Al Khawarizmi (194-226 H)
Jasa Al Khawarizmi adalah di bidang matematika ialah
menyusun tentang aljabar dan menemukan tentang angka 0. Angka 1-9 berasal dari
Hindu yang dikembangkan oleh umat Islam (Arab), sehingga angka 1-9 dan 0
disebut sebagai angka (bilangan) Arab. Kemudian setelah disempurnakan oleh
bangsa Latin, disebut pula angka latin.
b.
Umar Khayam (1048-1131 M)
Jasa Umar Khayam antara lain telah mengarang buku
tentang aljabar yang berjudul "Treatise On Algebra". Buku ini telah
diterjemahkan oleh F. Woepoke ke dala Bahasa Prancis (Paris 1857 M).
6. Sejarah
Para
cendekiawan muslim yang ahli dalam bidang sejarah dan hidup pada masa Dinasti
Abbasiyah, antara lain
a.
Al Waqidi (wafat 207 H),
b.
Ibnu Jarir At Tabari (wafat 210 H),
c.
Maskawihi (wafat 421 H),
d.
Ibnu Haiyan (wafat 469 H).
e.
Muhammad Ibnu Ishaq Yasar (85-151 H), pengarang Buku buku "As Siyar wal Magazi"
7. Geografi
Ahli
geografi yang hidup pada masa Dinasti Abbasiyah cukup banyak, antara lain
a.
Ibnu Haik (wafat 334 H),
b.
Al Muqaddasi (wafat sesudah tahun
375 H), Syarif Indrisyi (wafat 548 H),
c.
Yaqut Al Hamawi (wafat 626 H).
Selain ilmu pengetahuan umum dinasti abbasiyah
juga memperhatikan pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan antara lain:
1. Ilmu
Hadis
Diantara tokoh yang terkenal di bidang ini adalah imam bukhari,
hasil karyanya yaitu kitab al-Jami’ al-Shahih al-Bukhari. Imam muslim hasil
karyanya yaitu kitab al-Jami’ al-shahih al-muslim, ibnu majjah, abu daud,
at-tirmidzi dan al-nasa’i.
2. Ilmu
Tafsir
Terdapat dua cara yang
ditempuh oleh para mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Pertama, metode tafsir bil ma’tsur yaitu
metode penafsiran oleh sekelompok mufassir dengan cara penafsiran al-Qur’an
dengan hadits dan penjelasan para sahabat. Kedua, metode tafsir bi al-ra’yi
yaitu penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan akal lebih banyak dari pada
hadits. Diantara tokoh-tokoh
mufassir adalah imam al-Thabary, al-sud’a muqatil bin Sulaiman.
3.
Ilmu Fiqih
Dalam bidang fiqih para
fuqaha’ yang ada pada masa bani abbasiyah mampu menyusun kitab-kitab fiqih
terkenal hingga saat ini misalnya, imam Abu Hanifah menyusun kitab musnad
al-Imam al-a’dzam atau fiqih al-akbar, imam malik menyusun kitab al-muwatha’,
imam syafi’I menyusun kitab al-Umm dan fiqih al-akbar fi al tauhid, imam ibnu
hambal menyusun kitab al musnad ahmad bin hambal.
4.
Ilmu Tasawuf
Kecenderungan
pemikiran yang bersifat filosofi menimbulkan gejolak pemikiran diantara umat
islam, sehingga banyak diantara para pemikir muslim mencoba mencari bentuk
gerakan lain seperti tasawuf. Tokoh sufi yang terkenal yaitu Imam al-Ghazali
diantara karyanya dalam ilmu tasawuf adalah ihya ulum al-din.
F.
Faktor Penyebab Runtuhnya Bani Abbasiyah
Adapun faktor yang menyebabkan
Bani Abbasiyah menjadi runtuh, antara lain sebagai
berikut:
Faktor Internal
·
Persaingan
antar Bangsa
Kecenderungan masing-masing bangsa
untuk mendominasi kekuasaan sudah
dirasakan sejak awal Khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para Khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki tidak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Daulah Abbasiyyah sebenarnya sudah berakhir.
dirasakan sejak awal Khalifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi, karena para Khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga. Setelah al-Mutawakkil, seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki tidak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Daulah Abbasiyyah sebenarnya sudah berakhir.
·
Kemerosotan
Ekonomi
Kondisi politik yang tidak stabil
menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang
buruk memperlemah kekuatan politik Dinasti Abbasiyah. Kedua faktor ini saling
berkaitan dan tak terpisahkan.
·
Konflik
Keagamaan
Konflik yang
melatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara Muslim dan Zindik
atau Ahlussunnah dengan Syi’ah.
·
Perkembangan Peradaban dan Kebudayaan
Kemajuan besar yang
dicapai Dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah
mendorong para penguasa untuk hidup mewah, yang kemudian ditiru oleh para haratawan dan anak-anak pejabat sehingga menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin (Yatim, 2003:61-62).
mendorong para penguasa untuk hidup mewah, yang kemudian ditiru oleh para haratawan dan anak-anak pejabat sehingga menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin (Yatim, 2003:61-62).
Faktor Eksternal
·
Perang Salib yang
berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekuasaan Dinasti Bani
Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah
Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas,
paman nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah
ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah
pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132
H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai
masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul
tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di
sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga
berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan
ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun
setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam
bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
Terdapat pula beberapa faktor yang menyebabkan
perkembangan sastra pada masa dinasti abbasiyah
yaitu, politik, sosial masyarakat, intelektual dan pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Hassan, Hassan Ibrahim.1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam.
Yogyakarta.
Syalabi, A. 1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 2. Jakarta:
Pustaka Alhusna
http://abdullatif16.blogspot.co.id/2012/12/kondisi-sosial-politik-dan-budaya-pada_8661.html
http://mouzena20.blogspot.co.id/2013/01/kehidupan-sosial-dan-politik-pada-masa.html
http://kokohnaxnetig.blogspot.co.id/2015/02/perkembangan-ilmu-pengetahuan-umum-pada.html
http://tile.mwb.im/sejarah-perkembangan-ilmu-pengetahuan-is.xhtml
[7] Ahmad
Syafi’i Ma’arif, M. Amin Abdullah, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,
Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 144.
[9]
http:// Powered by WordPress.com
[3][3] M.
Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007), h. 143.
Komentar
Posting Komentar