BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bahasa
jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa yang berfungsi sebagai pemberi informasi
kepada publik, atau dapat diartikan sebagai bahasa komunikasi pengantar
pemberitaan yang biasa digunakan media cetak dan elektronik. Jurnalistik adalah
bagian dari media massa yang berhubungan dengan masyarakat luas. Untuk itu
penyampaian pesan kepada masyarakat luas harus menggunakan bahasa yang mudah
dipahami agar sesuai dengan dengan kemampuan membaca para khalayak. Selain itu
bahasa jurnalistik harus sesuai dengan norma tata penulisan yakni kaidah yang
berlaku, serta sesuai dengan EYD. Bahasa jurnalistik selalu mengalami
perkembangan sesuai dengan perkembangan masayarakat luas. Meskipun bahasa
jurnalistik menggunakan bahasa sehari hari tapi jurnalistik tidaklah mudah,
tapi kita tetap bisa mempelajari cara menulis yang baik dan benar. Oleh karena
itu seorang jurnalistik sebaiknya memperhatikan kata ganti, dan lebih baik
apabila gagasan yang sejajar dituangkan dalam kalimat sejajar, manakala sudut
pandang terhadap isi kalimat tetap sama, maka penempatan fokus dapat dicapai
dengan pengubahan urutan kata yang lazim dalam kalimat, pemakaian bentuk aktif
atau pasif, atau mengulang fungsi khusus.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian dari bahasa jurnalistik?
2. Apa
saja karakteristik atau ciri-ciri dari bahasa jurnalistik?
3. Apa
saja prinsip-prinsip bahasa jurnalistik?
4. Apa
saja penyimpangan-penyimpangan dalam bahasa jurnalistik?
5. Apa
saja langkah-langkah penulisan yang baik?
C.
Tujuan
1. Agar
kita dapat mengetahui serta memahami pengertian dari bahasa jurnalistik.
2. Mengetahui
karakteristik apa saja yang terdapat dalam bahasa jurnalistik.
3. Mengetahui
tentang prinsip-prinsip bahasa jurnalistik.
4. Agar
dapat mengetahui bentuk-bentuk penyimpangan dalam bahasa jurnalistik dan
berhati-hati dalam menulis sehingga tidak melakukan penyimpangan.
5. Dapat
menulis dengan baik berdasarkan teknik dan langkah-langkah dalam bahasa
jurnalistik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Bahasa Jurnalistik
Bahasa jurnalistik
adalah gaya bahasa yang biasa digunakan oleh wartawan dalam menulis berita.
Bahasa jurnalistik disebut juga bahasa pers dan bahasa media. Sedangkan dalam
bahasa inggris , bahasa jurnalistik disebut
Language of Mass Communication(Bahasa Komunikasi Masa) dan Newspaper Language (Bahasa Surat Kabar).
Ada beberapa pendapat
para ahli terkait pengertian bahasa jurnalistik, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Bahasa
jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam harian-harian
dan majalah-majalah. ( S. Wojowasito ).
2. Bahasa
jurnalistik adalah bahasa yang digunakan wartawan. Bahasa pers adalah salah
satu ragam bahasa yang memiliki sifat-sifat yang khas yaitu: singkat, padat,
sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Bahasa jurnalistik harus
menggunakan bahasa baku , memperhatikan ejaan yang benar, dan menggunakan kosa
kata yang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat. ( Rosihan Anwar ).
3. Bahasa
jurnalistik harus singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, tetapi selalu
menarik. Sifat-sifat itu harus dipenuhi oleh bahasa jurnalistik mengingat media
massa dinikmati oleh lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya.
Seseorang tidak perlu menghabis waktunya hanya untuk membaca surat kabar.
Haruus lugas tetapi jelas agar mudah dipahami. Seseorang tidak perlu
mengulang-ulang apa yang dibacanya karena ketidakjelasan bahasa yang digunakan dalam surat kabar tersebut.
(JS. Bdudu).
B.
Karakteristik
dan Ciri-ciri Bahasa Jurnalistik
Menurut media bahasa jurnalistik
dapat dibedakan berdasarkan bentuknya, yaitu diantaranya adalah bahasa
jurnalistik media cetak, bahasa jurnalistik radio, bahasa jurnalistik televisi
dan bahasa jurnalistik media online internet. Bahasa jurnalistik juga memiliki
ciri-ciri yang sangat khusus diantaranya adalah sebagai berikut:
- Sederhana, artinya selalu memilih kata atau kalimat yang mudah dimengerti oleh sebagian besar khalayak atau pembaca.
- Singkat, artinya langsung menuju kepada pokok masalah atau pembahasan. Bahasa jurnalistik dilarang bertele-tele, tidak berputar-putar, dan tidak menyulitkan pembaca dalam memahami maksud yang ingin disampaikan.
- Padat, artinya Bahasa Jurnalistik harus sarat informasi, artinya setiap kalimat dan paragraf memuat banyak informasi penting dan menarik, serta layak untuk disajikan kepada pembaca.
- Lugas, artinya tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufamisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan pembaca dalam memahami maksud yang ingin disampaikan dalam sebuah berita.
- Jelas, artinya mudah dipahami atau ditangkap. maksudnya, tidak baur, atau dengan kata lain jelas susunan kalimatnya sesuai dengan kaidah subjek-predikat-objek-keterangan (SPOK).
- Jernih, artinya tidak menyembunyikan sesuatu yang bersifat negatif seperti fitnah atau prasangka.
- Menarik, artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, atau membuat pembaca penasaran sehingga timbul rasa ingin terus membaca.
- Demokratis, artinya bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau dapat diartikan penyamarataan status sosial. Bahasa jurnalistik memperlakukan siapa pun secara sama rata, baik itu presiden, buruh, petani, bahkan pemulung, semua diperlakukan sama dalam hal teknis penyajian informasi
- Populis, artinya setiap diksi atau kata, istilah atau kalimat apa pun bentuknya harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak, pendengar, pemirsa, atau pembaca.
- Logis, artinya apa pun yang ada dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraf dalam karya jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat (common sense).
- Gramatikal, artinya kata, istilah, atau kalimat apapun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku.
- Menghindari kata tutur, artinya menghindari bahasa sehari-hari secara informal, misalnya kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan diwarung kopi, terminal, bus kota, atau di pasar.
- Menghidari kata dan istilah asing, artinya tidak terlalu banyak menggunakan istilah asing. Selain tidak informatif dan komunikatif juga membingungkan pembaca.
- Pilih kata (diksi) yang tepat, artinya setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus produktif tapi juga tidak boleh keluar dari asas efektifitas, artinya pemilihan setiap kata yang digunakan untuk sebuah berita harus tepat.
- Mengutamakankalimat aktif, artinyaKalimat aktif lebih disukai oleh pembaca ketimbang kalimat pasif, maka disarankan menggunakan kalimat aktif dalam bahasa jurnalistik.
- Menghindari kata atau istilah teknis, artinya sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut, Sebagai contoh, berbagai istilah teknis dalam dunia kedokteran. Kalau pun tak terhindarkan, maka istilah teknis tersebut harus disertai dengan penjelasan dan ditempatkan dalam tanda kurung.
C. Prinsip-prinsip Bahasa Jurnalistik
Dengan
bahasa jurnalistik diharapkan sebuah informasi dapat mudah dimengerti oleh para
pembaca dengan ukuran intelektual yang minimal, sehingga sebagian besar
masyarakat yang melek huruf dapat menikmati isinya. Walaupun demikian, pada
intinya bahasa jurnalistik yang baik haruslah sesuai dengan norma-norma dan tata bahasa. Ada empat
prinsip retorika tekstual yang dikemukakan Leech, diantaranya adalah:
1. Prinsip
prosesibilitas, menganjurkan agar teks disajikan sedemikian rupa
sehingga pembaca mudah memahami pesan
pada waktunya. Dalam proses memahami pesan penulis harus menentukan:
a. Bagaimana
membagi pesan-pesan menjadi satuan.
b. Bagaimana
tingkat subordinasi dan seberapa pentingnya masing-masing satuan.
c. Bagaimana
mengurutkan satuan-satuan pesan itu. Ketiga macam itu harus saling berkaitan
satu sama lain.
Penyusunan
bahasa jurnalistik dalam surat kabar berbahasa Indonesia, yang menjadi
fakta-fakta harus cepat dipahami oleh pembaca dalam kondisi apa pun agar tidak
melanggar prinsip prosesibilitas ini. Bahasa jurnalistik Indonesia disusun
dengan struktur sintaksis yang penting mendahului struktur sintaksis yang tidak
penting.
Contoh :
- Pangdam VIII/Trikora Mayjen TNI Amir Sembiring mengeluarkan perintah tembak di tempat, bila masyarakat yang membawa senjata tajam melawan serta tidak menuruti permintaan untuk menyerahkannya. Jadi petugas akan meminta dengan baik. Namun jika bersikeras dan melawan, terpaksa akan ditembak di tempat sesuai dengan prosedur (Kompas, 24/1/99).
2.
Ketua Umum PB NU KH Abdurahman Wahid (Gus Dur)
mengadakan kunjungan kemanusiaan kepada Ketua Gerakan Perlawanan Timor (CNRT)
Xanana Gusmao di LP Cipinang, Selasa (2/2) pukul 09.00 WIB. Gus Dur didampingi
pengurus PBNU Rosi Munir dan staf Gus Dur, Sastro. Turut juga Aristides Kattopo
dan Maria Pakpahan (Suara Pembaruan, 2/2/99).
-
Contoh yang pertama terdiri dari dua kalimat, yaitu
kalimat pertama menyatakan pesan penting dan kalimat kedua menerangkan pesan
kalimat pertama.
-
Contoh yang kedua terdiri dari tiga kalimat, yaitu
kalimat pertama menyatakan pesan penting dan kalimat kedua serta kalimat ketiga
menyatakan pesan yang menerangkan pesan kalimat pertama.
2. Prinsip
kejelasan, yaitu agar teks itu mudah dipahami. Prinsip ini menganjurkan agar bahasa
teks menghindari ketaksaan (ambiguity). Teks yang tidak mengandung ketaksaan
akan mudah dipahami.
Contoh:
- Ketika mengendarai mobil dari rumah menuju kantornya di kawasan Sudirman, seorang pegawai bank, Deysi Dasuki, sempat tertegun mendengar berita radio. Radio swasta itu mengumumkan bahwa kawasan Semanggi sudah penuh dengan mahasiswa dan suasananya sangat mencekam (Republika, 24/11/98).
2.
Wahyudi menjelaskan, negara rugi karena pembajak buku
tidak membayar pajak penjualan (PPN) dan pajak penghasilan (PPH). Juga
pengarang, karena mereka tidak menerima royalti atas karya ciptaannya. (Media
Indonesia, 20/4/1997).
Contoh
pertama dan kedua tidak mengandung ketaksaan. Setiap pembaca akan menangkap
pesan yang sama atas teks di atas. Hal ini disebabkan teks tersebut
dikonstruksi oleh kata-kata yang mengandung kata harfiah, bukan kata-kata
metaforis.
3. Prinsip
ekonomi. Prinsip ekonomi menganjurkan agar teks itu singkat tanpa harus merusak dan
mereduksi pesan. Teks yang singkat dengan mengandung pesan yang utuh akan
menghemat waktu dan tenaga dalam memahaminya. Sebagaimana wacana dibatasi oleh
ruang wacana jurnalistik dikonstruksi agar tidak melanggar prinsip ini. Untuk
mengkonstruksi teks yang singkat, dalam wacana jurnalistik dikenal adanya
cara-cara mereduksi konstituen sintaksis yaitu singkatan, elipsis, dan pronominalisasi.
a. Singkatan, baik abreviasi maupun akronim,
sebagai cara mereduksi konstituen sintaktik banyak dijumpai dalam wacana
jurnalistik.
Perhatikan contoh berikut:
- Setelah dipecat oleh DPR AS karena memberikan sumpah palsu dan menghalang-halangi peradilan, Presiden Bill Clinton telah menjadi presiden kedua sejak berdirinya Amerika untuk diperintahkan diadili di dalam senat (Suara Pembaruan, 21/12/98).
2.
Ketua DPP PPP Drs. Zarkasih Noer menyatakan, segala
bentuk dan usaha untuk menghindari disintegrasi bangsa dari mana pun atau siapa
pun perlu disambut baik (Suara Pembaruan, 21/12/98).
Pada contoh
pertama terdapat abreviasi DPR AS. Pada contoh kedua terdapat abreviasi DPP
PPP. Selain itu ada abreviasi lain seperti SARA, GPK, OTB, OT, AMD, SDM. AAK,
GPK, dll. Terdapat pula berbagai bentuk akronim dengan variasi pembentukannya
walaupun seringkali tidak berkaidah. Misalnya. Curanmor, Curas, Miras, dll.
b. Elipsis merupakan salah satu cara mereduksi
konstituen sintaktik dengan melesapkan konstituen tertentu.
Perhatikan
contoh berikut:
- AG XII Momentum gairahkan olahraga Indonesia (Suara Pembaruan, 21/12/98).
2.
Jauh sebelum Ratih diributkan, Letjen (Pur) Mashudi,
mantan Gubernur Jawa Barat dan mantan Ketua Umum Kwartir Gerakan Pramuka telah
menerapkan ide mobilisasi massa. Konsepnya memang berbeda dengan ratih
(Republika, 223/12/98).
Pada contoh
pertama terdapat pelepasan afiks me(N)- pada verba gairahkan. Pelepasan
afiks seperti contoh pertama di atas sering terdapat pada judul wacana
jurnalistik. Pada contoh kedua terdapat pelesapan kata mobilisasi masa pada
kalimat kedua.
c. Pronominalisasi merupakan cara mereduksi teks
dengan menggantikan konstituen yang telah disebut dengan pronomina. Pronomina
Pengganti biasanya lebih pendek daripada konstituen terganti.
Perhatikan
contoh berikut:
- Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (DPP PDI) hasil kongres Medan Soerjadi dan Sekjen Buttu Hutapea pada hari Minggu (23/8) sekitar pukul 18.30 Wita tiba di bandara Mutiara, Palu Sulawesi Tengah, dengan diangkut pesawat khusus. Keduanya datang untuk mengikuti Kongres V PDI, dengan pengawalan ketat langsung menunggu Asrama Haji dan menginap di sana. (Kompas, 24/8/98).
2. Hendro
Subroto bukan militer. Sebagai seorang warga sipil, jejak pengalamannya dalam
beragam mandala pertempuran merupakan rentetan panjang sarat pengalaman
mendebarkan. Ia hadir ketika Kahar Muzakar tewas disergap pasukan Siliwangi di
perbukitan Sulsel (Kompas, 24/8/98).
Pada contoh
pertama tampak bahwa keduanya pada kalimat kedua merupakan
pronominalisasi kalimat pertama. Pada contoh kedua kata ia
mempronominalisasikan Hendro Subroto, sebagai warga sipil pada kalimat
pertama dan kedua.
4. Prinsip
ekspresivitas. Prinsip ini dapat pula disebut prinsip ikonisitas.
Prinsip ini menganjurkan agar teks dikonstruksi selaras dengan aspek-aspek
pesan. Dalam wacana jurnalistik, pesan bersifat kausalitas (dipaparkan menurut
struktur pesannya), yaitu sebabnya dikemukakan terlebih dahulu baru dikemukakan
akibatnya. Demikian pula bila ada peristiwa yang terjadi berturut-turut, maka
peristiwa yang terjadi lebih dulu akan dipaparkan lebih dulu dan peristiwa yang
terjadi kemudian dipaparkan kemudian.
Contoh :
- Dalam situasi bangsa yang sedang kritis dan berada di persimpangan jalan, karena adanya benturan ide maupun paham politik, diperlukan adanya dialog nasional. “Dialog diperlukan untuk mengubur masa lalu, dan untuk start ke masa depan”. Tutur Prof. Dr. Nurcholis Madjid kepada Kompas di kediamannya di Jakarta Rabu (23/12) (Kompas, 24/12/98).
Pada contoh
diatas tampak bahwa kalimat pertama menyatakan sebab dan kalimat kedua
mendatangkan akibat.
Merujuk pada
prinsip bahasa jurnalistik yaitu singkat, padat, lugas, sederhana, lancar,
jelas, dan menarik, untuk itu dibuat ketentuan dalam bahasa jurnalistik, antara
lain:
Ø Pengggunaan kata harus ekonomis.
Contohnya:
a.
Melakukan pencurian = mencuri
b.
Mengajukan saran = menyarankan
c.
Melakukan pemerasan = memeras
Ø Disarankan menggunakan kalimat aktif.
Contohnya:
a.
Pemerintah mengatakan, “Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
akan naik”. (Kalimat Aktif).
b.
Harga Bahan Bakar Minyak akan dinaikkan pemerintah
(Kalimat Pasif).
D.
Penyimpangan-penyimpangan
dalam Bahasa Jurnalistik
Penulisan bahasa jurnalistik yang
akan dituangkan ke dalam sebuah media massa kemungkinan masih terdapat beberapa
penyimpangan dalam penulisan bahasa jurnalistik itu sendiri, berikut adalah
beberapa jenis penyimpangan yang terdapat dalam penulisan bahasa jurnalistik :
1.
Peyimpangan morfologis (bentuk kata), sering terjadi
atau dijumpai pada judul berita surat kabar yang memakai kalimat aktif, yaitu
pemakaian kata kerja tidak baku dengan penghilangan afiks. Afiks pada kata
kerja yang berupa prefiks atau awalan dihilangkan.
2.
Kesalahan sintaksis (kalimat), kesalahan berupa
pemakaian tatabahasa atau struktur kalimat yang kurang benar sehingga sering
mengacaukan pengertian. Hal ini disebabkan logika yang kurang bagus.
3.
Penyimpangan leksikal(pemilihan kosakata), kesalahan
ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme) atau meminimalkan
dampak buruk pemberitaan.
4.
Kesalahan ortografis (ejaan), juga terjadi dalam
penulisan kata seperti, Jumat ditulis Jum’at, khawatir ditulis hawatir, jadwal
ditulis jadual, sinkron ditulis singkron, dll.
5.
Kesalahan pemenggalan, terkesan setiap ganti garis
pada setiap kolom kelihatan asal penggal saja. Kesalahan ini disebabkan
pemenggalan bahasa Indonesia masih menggunakan program komputer berbahasa
Inggris.
E. Teknik Penulisan yang Baik dan Benar sesuai dengan
Kaidah Jurnalistik
Menulis
bukanlah suatu hal yang mudah bagi seseorang, tetapi bukan berarti sulit untuk
dipelajari. Semuanya membutuhkan banyak latihan. Keterampilan menulis
ditentukan kemampuan berfikir penulis yang sistematis, logik dan dialektis.
Kebutuhan tersebut penting karena karya jurnalistik harus memaparkan pokok
persoalannya secara runtun dan sistemis sehingga dimengerti khalayak. Selain
itu penulis atau media harus memiliki visi yang jelas dan pasti ketika mengurai
masalah atau realitas kedalam tulisan. Penguasaan visi dan pokok pikiran
menjadikan penulis lancar ketika mengolah bahan-bahan tulisan. Untuk itu kita
harus mempelajari teknik menulis, yang terlebih dahulu dimulai dari pemahaman
fungsi dan bentuk tulisan. Pemahaman klasifikasi bertujuan agar penulis bisa
membedakan secara teknis gaya penulisan yang dipilihnya. Gaya penulisan dapat
dipilih sesuai keinginan dan kebutuhan.
1.
Jenis tulisan berdasarkan fungsinya ada
lima, diantranya adalah sebagai berikut:
a. Narasi atau cerita
Jenis tulisan ini disebut cerita
karena berfungsi sebagai pengungkapan kisah atau peristiwa yang terjalin secara
runtut.
Contoh :
Ketika negoisasi tidak berhasil dan
aparat bersih keras melarang masuk Istana Negara, massa aksi buruh mendesak.
Setelah itu terjadi bentrokan yang melibatkan massa aksi sepuluh ribu orang
dengan empat SSK kepolisian seorang buruh, Udin ditembaki aparat dan kemudian
berteriak minta tolong sebelum petugas palang merah yang menyelamatkannya.
b. Deskripsi atau penggambaran
Berbeda dengan narasi, deskripsi
memberi ruang untuk menggunakan pengandaian. personifikasi, ungkapan ketika
menggambarkan sebuah peristiwa.
Contoh :
Seperti monster yang haus darah, aparat tidak puas sekedar menembaki
demonstran membabi buta tapi jugamenendang, memukul, bahkan meludahinya saat
terkapar tak berdaya dan berlumuran darah.
c. Eksposisi atau keterangan
Jenis tulisan ini
berfungsi mengungkapkan pikiran atau gagasan penulis tentang suatu realitas dan
mengandung sikap ajakan. Pembaca diharapkan mengafirmasi dan mendukung gagasan
yang disampaikan penulis.
Contoh:
Dian
Sastro, seorang buruh kerja di PT
Harapan Sentosa Bandung menjelaskan, selama ini dia bekerja tanpa beban. Dengan
jam kerja 9 jam sehari selama 5 hari (Senin-Jum’at), Dian beranggapan
perusahaan cukup bijaksana karena ada libur dua hari. Padahal, jika berpatok
padaUndang-UndangKetenagakerjaan,makahanyabutuh jam kerja sehari atau 40 jam
seminggu. Dari cerita Dian, ada nilai lebih sebanyak 2 jam kerja per hari. Tapi
anehnya,kisah-kisahsepertiiniseolah-olahluputdari pengamatan kaum buruh
kebanyakan.
d.
Argumentasi
atau perbantahan
Jenis
ini memiliki keterkaitan dengan eksposisi dalam hal tujuan penulisan, yakni
mengajak dan mempengaruhi orang untuk percaya dan mendukung gagasan penulis.
Kekhususan jenis argumentasi terletak pada muatannya, mengandung perdebatan
atau pertentangan dua ide yang berbeda untuk pokok pikiran yang sama. Adu argumentasi
terjadi sebagai respon seorang penulis terhadap pendapat orang lain tentang
suatu hal.
Contoh
:
Tudingan
Presiden AS, George W. Bush, bahwa Osama bin Laden adalah dalang penyerangan
yang menghancurkan WTC (World Trade Center) dan Pentagon nyatanya tak
pernah terbukti secara otentik. AS selalu mengatakan pihaknya masih
merahasiakan bukti-bukti dengan alasan strategi. Oleh karena itulah masuk akal
bila serangan AS ke Afghanistan hanyalah ajang show force untuk
menakut-nakutinegara-negara lain, termasuk mitra dan kompetitornya dalam
kontelasi perdagangan dunia. Tujuannya, dominasi untuk memenangkan persaingan
pasar.
e.
Refleksi
atau renungan
Jenis tulisan ini
bertujuan untuk mengajak pembaca merenungkan suatu hal dan menggugahnya.
Penulis dituntut mampu membawa perasaan pembacanya untuk mengandaikan diri pada
suatu peristiwa atau momentum. Dengan demikian, penulis sudah memiliki
kesimpulan suatu hal yang ditulisnya, dan akhirnya, pembaca bisa mengerti makna
tulisan tersebut.
Contoh :
1
Mei adalah hari bersejarah, Hari Buruh Internasional. Hari yang tidak bisa
dimaknai rutinitas kaum buruh sedunia untuk sekedar aksi massa atau mogok
ketika memperingatinya. Sebuah momentum yang mengingatkan kita pada gelora
perjuangan buruh Amerika Serikat, akhir abad 19, untuk sebuah 8 jam kerja.
Perjuangan normatif berkonsekuensi
politik harus ditebus puluhan nyawa buruh melayang oleh tembakan tentara rezim
borjuasi. Sekedar ingatan sejarah tentang kelas buruh yang selalu ditakuti
gerakannya di seluruh dunia. Sama seperti Indonesia. Hanya untuk perjuangan
yang masih bersifat normatif, nyawa taruhannya. Kematian Marsinah dan kematian-kematian
buruh lainnya tidaklah bisa dilupakan, tapi jadi cambuk bagi buruh untuk berani
melawan negara yang tidak berpihak kepada rakyat tertindas.
2. Struktur
Tulisan
Memahami
jenis tulisan menurut fungsinya belum cukup bagi seseorang untuk memulai
belajar. Seseorang harus juga mempelajari kaidah tulisan, yakni, mempelajari
struktur tulisan yang diurai menjadi tiga, yaitu:
-
Pendahuluan (lead),Pembuka
suatu pokok persoalan yang akan dibahas dalam tulisan. Secara teknis, tidak
boleh ditulis terlalu panjang dan memasuki pembahasan pokok permasalahan. Ia
menjadi gerbang pengenalan topik kepada pembaca untuk mengetahui alur tulisan
dan tujuan penulis. Dalam pendahuluan, penulis melakukan pembatasan masalah dan
pengertian-pengertian sehingga pembaca sudah di set ke dalam logika
tertentu.
-
Inti atau
pembahasan (body), Merupakan tahap pemaparan pokok
persoalan. Bagian ini sering disebut inti atau pengembangan. Pada bagian ini
penulis menjalin gagasan secara sistematis, logis dan dialektis ketika menempatkan pokok pikiran yang akan dibahas. Pengembangan gagasan akan berpuncak pada ketegasan maksud tulisan atau klimaks.
penulis menjalin gagasan secara sistematis, logis dan dialektis ketika menempatkan pokok pikiran yang akan dibahas. Pengembangan gagasan akan berpuncak pada ketegasan maksud tulisan atau klimaks.
-
Penutup(punch),Merupakan
bagian akhir tulisan yang berisi kesimpulan, saran atau pendapat penulis tentang
pokok persoalan yang dikemukakannya sebagai arahan bagi pembaca.
3. Bentuk-bentuk
tulisan jurnalistik
Tulisan
ini berisi laporan langsung yang memuat fakta kejadian langsung dan syarat
dengan informasi. Sifat tulisannya padat, lugas, singkat dan jelas serta
memenuhi unsur-unsur 5 W + 1 H (what, when, where, who, why +how).
Struktur penulisan berita dikenal dengan piramida terbalik. Artinya, tingkat
penyajian berita diukur dari prioritas unsur penting suatu berita dalam
komposisinya. Semakin ke bawah tulian, isi atau informasi yang disajikan semakin
tidak penting.
4. Bahasa
Jurnalistik
Bahasa memegang kunci
dalam pembentukan makna karena teks merepresentasikan ideologi penulis. Teks memiliki
sarat pesan dan motif ideologi atau visi yang bertujuan mengubah kognisi cara
berpikir seseorang.
Semuanya tampak saat pemilihan dan penggunaan kata-kata, struktur kalimat dan rangkaian kalimat keseluruhan.
Semuanya tampak saat pemilihan dan penggunaan kata-kata, struktur kalimat dan rangkaian kalimat keseluruhan.
BAB III
KESIMPULAN
Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan oleh
jurnalis dalam menulis berita maupun laporan, disajikan dalam bahasa yang
komunikatif atau mudah dipahami khalayak. Bahasa jurnalistik digunakan oleh
pers baik menggunakan media cetak maupun elektronik. Bahasa jurnalistik
bersifat sederhana, singkat, padat,
lugas, jelas, jernih, menarik, demokratis, populis, logis, gramatikal, menghindari
kata tutur, menghindari kata dan istilah asing, pilihan kata yang tepat,
mengutamakan kalimat aktif, menghindari kata atau istilah teknis, dan tunduk
kepada kaidah etika. Bahasa jurnalistik selalu mengalami perkembangan setiap
harinya sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Maka dari itu bahasa
jurnalisik terbukti sangatlah penting untuk segala bentuk keperluan baik
pribadi maupun Negara.
DAFTAR
PUSTAKA
https://kangarul.wordpress.com/2009/07/31/ciri-utama-bahasa-jurnalistik/
http://www.romelteamedia.com/2015/09/cara-menulis-berita-baik-5w1h-jurnalistik
http://delektika.wordpress.com/2013/04/19/jurnalistik-bentuk-tulisan-dan-teknik-penulisannya
https://googleweblight.com
hhttp://wwwromaita.com/2009/09/03/pengertian-bahsa-jurnalistik
http://pondokbahasa.wordpress.com/2008/08/07/pemanfaatan-bahasa-daerah-dalam-pengembangan-bahasa-indonesia-media/
Komentar
Posting Komentar