Langsung ke konten utama

Masyarakat Madani



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Banyaknya kasus yang berkenanaan dengan penindasan rakyat yang dilakukan oleh penguasa. Sebut saja pada Orde Baru penindasan banyak terjadi yakni seperti penindasan terhadap keberadaan hak tanah rakyat yang diambil oleh penguasa dengan alasan pembangunan. Atau bisa juga realitas pengekangan dan pembungkaman kebebasan pers media massa oleh penguasa, serta juga pembantaian kyai (pimpin agama) pada tahun 1999 oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Semua kejadian kejadian itu akhirnya akan bermuara pada perlunya dikaji kembali kekuatan rakyat/masyarakat (civil) dalam konteks interaksi-relationship, baik itu rakyat dan negara maupun rakyat dengan rakyat.Kedua pola hubungan interaktif tersebut akan memposisikan rakyat sebagai integral dalam komunitas negara yang memiliki kekuatan bargaining dan menjadi komunitas masyarakat sipil yang memiliki kecerdasan.
Kemungkinan akan adanya kekuatan civil sebagian bagian dari komunitas bangsa ini akan mengantarkan pada sebuah wacana saat ini yang sedang berkembang yakni Masyarakat Madani. Untuk memahami masyarakat madani terlebih dahulu harus dibangun paradigma bahwa konsep masyarakat madani ini bukan merupakan suatu konsep yang final dan sudah jadi, melainkan ia merupakan sebuah wacana yang harus dipahami sebagai sebuah proses. Oleh karena itu, untuk memahaminya haruslah dianalisis secara historik. Wacana masyarakat madani ini merupakan wacana yang telah mengalami proses yang panjang. Ia muncul bersamaan dengan proses modernisasi terutama pada saat terjadi transformasi dari masyarakat feudal menuju masyarakat Barat modern, yang saat itu lebih dikenal dengan istilah civil society.

1.2.            Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis berminat dan memformulasikan permasalahan dalam makalah ini sebagai berikut:
a)      Apakah pengertian masyarakat Madani?
b)      Bagaimana sejarah Masyarakat Madani?
c)      Bagaimana sejarah pemikiran Masyarakat Madani?
d)     Bagaimana konsep Masyarakat Madani?
e)      Apa karakteristik Masyarakat Madani?
f)       Apa ciri-ciri Masyarakat Madani ?
g)      Apa saja Pilar Masyarakat Madani?
h)      Apakah saja faktor yang mempengaruhi masyarakat Madani?
i)        Bagaimana solusi untuk mengatasi timbulnya penghambat terwujudnya masyarakat madani?
j)        Bagaimana strategi membangun masyarakat Madani di Indonesia?



1.3.            Tujuan Pembahasan
a)      Untuk mengetahui pengertian masyarakat Madani
b)      Untuk mengetahuiBagaimana sejarah Masyarakat Madani
c)      Untuk mengetahuiBagaimana sejarah pemikiran Masyarakat Madani
d)     Untuk mengetahui Bagaimana konsep Masyarakat Madani
e)      Untuk mengetahui Apa karakteristik Masyarakat Madani
f)       Untuk mengetahui Apa ciri-ciri Masyarakat Madani
g)      Untuk mengetahui Apa saja pilar dalam Masyarakat Madani
h)      Untuk mengetahui Apakah faktor yang mempengaruhi masyarakat Madani
i)        Untuk mengetahui Bagaimana solusi mengatasi timbulnya penghambat terwujudnya masyarakat madani
j)        Untuk mengetahui Bagaimana strategi membangun masyarakat Madani di Indonesia

















BAB II
MASYARAKAT MADANI
(Civic Society)
2.1.            Pengertian Masyarakat Madani
Pengertian Masyarakat Madani Istilah madani secara umum dapat diartikan sebagai “ adab atau beradab “. Masyarakat madani dapat didefinisikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam membangun, , menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Civic society diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan sebutan masyarakat sipil atau masyarakat madani. Kata madani berasal dari kata Madinah, yaitu sebuah kota tempat hijrah Nabi Muhammad SAW. Madinah berasal dari kata “madaniyah” yang berarti peradaban. Oleh karena itu masyarakat madani berarti masyarakat yang beradap.

2.1.1.      Pengertian Masyarakat Madani menurut para ahli:
a.         Mun’im (1994) mendefinisikan istilah civil society sebagai seperangkat gagasan etis yang  mengejawantah dalam berbagai tatanan sosial, dan yang paling penting dari gagasan ini adalah  usahanya untuk menyelaraskan berbagai konflik kepentingan antarindividu, masyarakat, dan negara.
b.        Hefner menyatakan bahwa masyarakat madani adalah masyarakat modern yang bercirikan  demokratisasi dalam berinteraksi di masyarakat yang semakin plural dan  heterogen. Dalam keadan  seperti ini masyarakat diharapkan mampu mengorganisasi dirinya, dan tumbuh kesadaran diri dalam  mewujudkan peradaban. Mereka akhirnya mampu mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi  global, kompleks, penuh persaingan dan perbedaan.
c.         Mahasin (1995) menyatakan bahwa masyarakat madani sebagai terjemahan bahasa Inggris, civil  society. Kata civil society sebenarnya berasal dari bahasa Latin yaitu civitas dei yang artinya kota  Illahi dan society yang berarti masyarakat. Dari kata civil akhirnya membentuk kata civilization yang  berarti peradaban. Oleh sebab itu, kata civil society dapat diartikan sebagai komunitas masyarakat  kota yakni masyarakat yang telah berperadaban maju.
d.        Munawir (1997) sebenarnya berasal dari bahasa Arab,madaniy. Kata  madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami, tinggal, atau membangun.  Kemudian berubah istilah menjadimadaniy yang artinya beradab, orang kota, orang sipil, dan yang  bersifat sipil atau perdata. Dengan demikian, istilah madaniy dalam bahasa Arabnya mempunyai  banyak arti. Konsep masyarakat madani menurut Madjid (1997) kerapkali dipandang telah berjasa  dalam menghadapi rancangan kekuasaan otoriter dan menentang pemerintahan yang sewenang-  wenang di Amerika Latin, Eropa Selatan, dan Eropa Timur.
e.         Hall (1998) mengemukakan bahwa masyarakat madani identik dengan civil society, artinya suatu  ide, angan-angan, bayangan, cita-cita suatu komunitas yang dapat terjewantahkan dalam kehidupan  sosial. Pada masyarakat madani pelaku social akan bepegang teguh pada peradaban dan  kemanusiaan.
f.         Rumusan PBB,masyarakat yang demokratis dan menghargai human dignity atau hak-hak tanggung jawab manusia.
g.        Thomas Paine, masyarakat madani adalah suatu ruang tempat warga dapat mengembangkan kepribadiannya dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingan secara bebas dan tanpa paksaan.  
h.        Nurcholish Madjid, masyarakat madani sebagai masyarakat yang merujuk pada masyarakat islam yang pernah dibangun Nabi Muhammad Saw. di negeri Madinah.  
i.          Muhammad A.S. Hikam, masyarakat madani ialah wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan, keswasembadaan dan keswadayaan, kemandirian tinggi terhadap negara, dan keterikatan dengan norma serta nilai-nilai hukum yang diikuti warganya.  
j.          Dawan Rahardjo, masyarakat madani adalah proses penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. 
k.        M. Hasyim, masyarakat madani ialah masyarakat yang selalu memelihara perilaku yang beradab, sopan santun berbudaya tinggi, baik dalam menghadapi sesama manusia atau alam lainnya. 
l.          Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat madani adalah masyarakat yang menjunjung tinggi norma, nilai-nilai, dan hukum yang ditopang oleh penguasaan teknologi yang beradab, iman dan ilmu.

2.2.            SejarahMasyarakat Madani
Istilah masyarakat madani itu sebenarnya merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun nabi Muhammad di negeri Madinah. Perkataan Madinah dalam bahasa arab dapat dipahami dari dua sudut pengertian. Pertama, secara konvensional kata madinah dapat bermakna sebagai “kota”, dan kedua, secara kebahasaan dapat berarti “peradaban”, meskipun di luar ata “madaniyah” tersebut, apa yang disebut peradaban juga berpadangan dengan kata “tamaddun” dan “hadlarah”.
Sebelumnya, apa yang dikenal sebagai kota madinah itu adalah daerah yang bernama Yatsrib. Nabi-lah yang kemudian mengubah namanya menjadi Madinah, setelah hijrah ke kota itu. Perubahan nama Yatsrib menjadi Madinah pada hakikatnya adalah sebuah proklamasi untuk mendirikan dan membangun masyarakat berperadaban di kota itu. Dasar-dasar masyarakat madani inilah, yang tertuang dalam sebuah dokumen “Piagam Madinah” yang didalamnya menyangkut antara lain wawasan kebebasan, terutama di bidang agama dan ekonomi, tanggung jawab social dan politik, serta pertahanan, secara bersama.
Di kota Madinah-lah, Nabi membangun masyarakat berperadaban berlandaskan ajaran Islam, masyarakat yang bertaqwa kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Semangat ketaqwaan yang dalam dimensi vertical untuk menjamin hidup manusia, agar tidak jatuh hina dan nista.
2.3.            Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani
 Istilah masyarakat madani dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah civil society pertama kali  dikemukan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah societies civilis yang identik dengan  negara. Rahadrjo (1997)  menyatakan bahawa istilah civil society sudah adasejak zaman sebelum  masehi. Orang yang pertama kali mencetuskan istilah civil society adalah Cicero (104-43 SM),  sebagai oratur yunani.Civil society  menurut Cicero ialah suatu komunitas politik yang beradab  seperti yang dicontohkan oleh masyarakat kota yang memiliki kode hukum sendiri. Dengan konsep  civility (kewargaan) dan urbanity (budaya kota), maka dipahami bukan hanya sekadar konsentrasi  penduduk, melainkan juga sebagai pusat peradaban dan kebudayaan.

Filsuf yunani Aristoteles (384-322 M) yang memandang masyarakat sipil sebagai suatu sistem  kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri, pandangan ini merupakan Fase pertama sejarah  wacana civil society, yang berkembang dewasa ini, yakni masyarakat civil diluar dan penyeimbang  lembaga negara, pada masa ini civil society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan  menggunakan istilah koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat  langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan.

Fase kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society, dengan konteks  sosial dan politik di Skotlandia. Berbeda dengan pendahulunya, ia lebih menekankan visi etis pada  civil society, dalam kehidupan sosial, pemahaman ini lahir tidak lepas dari pengaruh revolusi  industri dan kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial yang mencolok.

Fase ketiga, berbeda dengan pendahulunya, pada tahun 1792 Thomas Paine memaknai wacana civil  society sebagai suatu yang berlawanan dengan lembaga negara, bahkan ia dianggap sebagain anitesis  negara, bersandar pada paradigma ini, peran negara sudah saatnya dibatasi, menurut pandangan ini,  negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka, konsep negera yang absah, menurut pemikiran  ini adalah perwujudkan dari delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya  kesejahteraan bersama.

Fase keempat, wacana civil society selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel (1770-1831 M),  Karl Max (1818-1883 M), dan Antonio Gramsci (1891-1837 M). dalam pandangan ketiganya, civil  society merupakan elemen ideologis kelas dominan, pemahaman ini adalah reaksi atau pandangan  Paine, Hegel memandang civil society sebagai kelompok subordinatif terhadap negara, pandangan  ini, menurut pakar politik Indonesia Ryass Rasyid, erat kaitannya dengan perkembangan sosial  masyarakat borjuasi Eropa yang pertumbuhannya ditandai oleh pejuang melepaskan diri dari  cengkeraman dominasi negara.

Fase kelima, wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab Hegelian yang dikembangkan oleh  Alexis dengan Tocqueville (1805-1859), bersumber dari pengalamannya mengamati budaya  demokrasi Amerika, ia memandang civil society sebagai kelompok penyeimbang kekuatan negara,  menurutnya kekuatan politik dan masyarakat sipil merupakan kekuatan utama yang menjadikan  demokrasi Amerika mempunyai daya tahan yang kuat.

Di Indonesia, pengertian masyarakat madani pertama kali diperkenalkan oleh Anwar Ibrahim  (mantan Deputi PM Malaysia) dalam festival Istiqlal 1995. Oleh Anwar Ibrahim dinyatakan bahwa  masyarakat madani adalah: Sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang  menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dan kestabilan masyarakat. Masyarakat  mendorong daya usaha serta inisiatif individu baik dari segi pemikiran, seni, pelaksanaan  pemerintahan, mengikuti undang – undang dan bukan nafsu atau keinginan individu, menjadikan  keterdugaan serta ketulusan.

 Perjuangan masyarakat madani di Indonesia pada awal pergerakan kebangsaan dipelopori oleh  Syarikat Islam (1912) dan dilanjutkan oleh Soeltan Syahrir pada awal kemerdekaan (Norlholt, 1999).  Jiwa demokrasi Soeltan Syahrir ternyata harus menghadapi kekuatan represif baik dari rezim Orde  Lama di bawah pimpinan Soekarno maupun rezim Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto, tuntutan  perjuangan transformasi menuju masyarakat madani pada era reformasi ini tampaknya sudah tak  terbendungkan lagi dengan tokoh utamanya adalah Amien Rais dari Yogyakarta.

2.4.            Konsep Masyarakat Madani
2.4.1.      Konsep Masyarakat Madani  Rasulullah SAW
Negara- kota madinah yang dibangun Nabi adalah sebuah entitas politik berdasarkan konsepsi  Negara-bangsa (nation-state), yaitu negara untuk seluruh umat atau warga negara, demi  kemaslahatan bersama (common good). Sebagaimana termuat dalam Piagam Madina “negara-  bangsa” didirikan atas dasar penyatuan seluruh kekuatan masyarakat menjadi bangsa yang satu  (ummatun wahidah) tanpa membeda-bedakan antara kelompok keagamaan yang ada. Adapun  kandungan Piagam Madinah terdiri dari: Mukadimah, Bab I Pembentukan Ummat (terdiri dari pasal 1- pasal 10), Bab II Persatuan Se-Agama ( terdiri dari pasal 11- pasal 15), Bab III Persatuan segenap warga Negara (terdiri dari pasal 16- pasal 23), Bab IV Golongan Minoritas (terdiri dari pasal 24- pasal 35), Bab V Tugas Warga Negara (terdiri dari pasal 36- pasal 38), Bab VI Melindungi Negara (terdiri dari pasal 39- pasal 41), Bab VII Pimpinan Negara (terdiri dari pasal 42- pasal 44), Bab VIII Politik Perdamaian (terdiri dari pasal 45- pasal 46), Penutup (pasal 47).
Membangun masyarakat berperadaban itulah yang dilakukan nabi selama sepuluh tahun di madinah. Beliau membangun masyarakat yang adil, terbuka dan demokrasi dengan landasan taqwa kepada allah dan taat kepada ajaran-ajarannya. Taqwa kepada allah dalam arti semangat ketuhanan yang maha esa, yang di dalam peristilahan kitab suci juga disebut semangat rabbaniyah (Q.S Ali Imran:79) atau Ribbiyah (Q.S Ali Imran :146). Inilah hablun minallah, tali hubungan dengan Allah, dimensi vertikal hidup manusia, salah satu jaminan untuk manusia agar tidak jatuh hina dan nista.
2.4.2.      Konsep Masyarakat Madani menurut Al-Farabi
Manusia menurut Al-farabi bersifat sosial yang tidak mungkin hidup sendiri-sendiri. Manusia hidup bermasyarakat dalam bantu membantu untuk  kepentingan bersama dalam mencapai tujuan hidup. Masyarakat menurutnya terbagi menjadi dua macam yakni masyarakat sempurna dan masyarakat tidak sempurna. Masyarakat yang disebut yang pertama, yakni masyarakat kelompok besar bisa berbentuk masyarakat kota, bisa pula masyarakat yang terdiri dari beberapa bangsa yang bersatu dan bekerjasama secara internasional. Sementara itu, masyarakat yang disebut kedua, seperti masyarakat dalam keluarga atau masyarakat se desa. Masyarakat yang terbaik adalah warga masyarakat yang bekerja sama, saling membantu untuk mencapai kebahagiaan. Masyarakat seperti ini disebut masyarakat utama.
Dalam bukunya Ara’ Ahl Al-Madinah Al-Fadilah, kota sebagai badan manusia mempunyai bagian-bagian yang satu dengan yang lain rapat hubungannya dengan mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang harus dijalankan untuk kepentingan keseluruhan badan. Dalam kota (masyarakat) kepada masing-masing anggota harus diberikan kerja yang sepadan dengan kesanggupan masing-masing. Pekerjaan yang terpenting dalam masyarakat adalah pekerjaan kepala masyarakat, yang dalam tubuh manusia serupa dengan pekerjaan akal. Kepala lah sumber dari segala peraturan dan keharmonisan dalam masyarakat. Ia mesti bertubuh kuat, sehat, pintar, cinta pada ilmu pengetahuan dan pada keadilan. Sehingga masyarakat menjadi makmur dan baik, dan didalamnya anggota-anggota dapat memperoleh kesenangan. Tugas kepala negara, bukan hanya mengatur negara tapi mendidik masyarakat mempunyai akhlak yang baik. Keunggulan filsafat pemerinthan al-farabi ini terletak pada tujuan pemerintahan yang hendak dicapai yakni kebahagiaan dunia dan akhirat.


2.5.            Karakteristik Masyarakat Madani
Diantara seluruh masyarakat pastilah memiliki karakteristik yang berbeda antara masyarakat satu dengan masyarakat yang lain, berikut ini merupakan beberapa karakteristik masyarakat madani:
a.         Ruang publik yang bebas (Free public sphere), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada publik.
b.         Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda dalam  masyarakat, sikap saling mengharagai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang atau kelompok lain.
c.         Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rohmat dari tuhan yang maha kuasa.
d.        Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan  pembagian yang proporsional antara hak dan kewajiban serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya. Dalam hal ini hak dan kewajiban setiap warga negara mencakup seluruh aspek kehidupan agar tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada salah satu kelompok masyarakat. Sehingga masyarakat memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakn-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
e.         Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervesni penguasa atau pihak lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggung jawab.
f.          Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberi jaminan keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa terkecuali. Apabila partisipasi tidak diimbangi dengan penegak hukum maka akan muncul kebebasan tanpa batas.
g.         Demokrasi, yaitu memiliki arti bahwa masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku ras dan agama. Penekanan demokrasi disini dapat mencakup berbagai bentuk aspek kehidupan seperti politik, sosial,  budaya,  pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.
h.         Sebagai pengembangan masyarakat, melalui upaya peningkatan pendapatan dan pendidikan.
i.           Sebagai advokasi bagi masyarakat yang teraniaya dan tidakberdaya membela hak-hak dan kepentingan.
j.           Menjadi kelompok kepentingan atau kelompok penekan.
k.         Masyarakat egaliter, yaitu masyarakat yang mengakui adanya kesetaraan dalam posisi di masyarakat dari sisi hak dan  kewajiban tanpa memandang suku, keturunan, ras, agama, dan sebagainya.

2.6.            Ciri Masyarakat Madani
2.6.1.      Ciri-ciri Masyarakat Madani
a.         Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b.        Hidup berdasarkan sains dan teknologi.
c.         Berpendidikan tinggi.
d.        Mengamalkan nilai hidup modern dan progresif.
e.         Mengamalkan nilai kewarganegaraan.
f.         Akhlak dan moral yang baik.
g.        Mempunyai pengaruh yang kuat dalam proses membuat keputusan.
h.        Menentukan nasib masa depan yang baik melalui kegiatan sosial, politik dan lembaga masyarakat.
2.6.2.      Ciri-ciri Masyarakat Madani menurut Prof. Dr. A.S. Hikam
Prof. Dr. A.S. Hikam mengemukakan pendapatnya mengenai ciri-ciri pokok masyarakat madani sebagai berikut.
a.         Kesukarelaan
Keanggotaan masyarakat madani bersifat sukarela, tanpa paksaan. Jadi, kesediaan menjadi anggota karena pemahaman serta kesadaran akan pentingnya terwujud masyarakat madani demi tercapainya tujuan bersama.
b.        Keswasembadaan
Keanggotaan masyarakat madani dapat hidup mandiri, tidak tergantung pada orang lain ataupun negara dan lembaga-lembaga lainnya. Para anggota mempunyai kepercayaan diri yang tinggi untuk berdiri sendiri dan membantu sesama lain yang kekurangan.


c.         Kemandirian yang Tinggi terhadap Negara
Para anggota masyarakat madani adalah manusia-manusia yang percaya diri, sehingga tidak tergantung kepada perintah orang lain termasuk negara. Bagi mereka negara adalah kesepakatan bersama, sehingga tanggungjawab yang lahir dari kesepakatan tersebut adalah juga tuntutan dan tanggungjawab dari masing-masing anggota. Inilah negara yang berkedaulatan rakyat.
d.        Keterkaitan pada Nilai-Nilai Hukum yang Disepakati Bersama
Hal ini berarti bahwa suatu masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang berdasarkan hukum dan bukan negara kekuasaan.

2.7.       Syarat Terbentuknya Masyarakat Madani
Sebuah gagasan tentang sistem kehidupan masyarakat madani, tentu tidaklah mudah untuk dicapai begitu saja, perlu adanya kesamaan pandangan tentang tujuan dan misi. Ada beberapa perysaratan yang diperlukan untuk mewujudkan masyarakat madani, yaitu :
a.      Pemahaman yang sama (One Standard)
Pada level awal dalam mewujudkan sistem kehidupan madani diperlukan pemahaman bersama dikalangan masyarakat, tentang apa dan bagaimana karakteristik sebuah masyarakat madani.  Dimana masyarakat harus memahami lebih dahulu mekanisme sistem yang terdapat dalam masyarakat madani itu dalam dinamika kehidupan.
b.      Keyakinan (Confidence) dan saling percaya (Social Trust)
Perlu menumbuhkan dan mengkondisikan keyakinan dikalangan masyarakat bahwa masyarakat madani adalah bentuk masyarakat yang ideal, masyarakat pilihan yang terbaik dalam mewujudkan  suatu sistem sosial yang dicita-citakan. Disamping itu penanaman rasa saling percaya antar komponen yang terdapat dalam masyarakat sangat diperlukan.
c.       Satu hati dan saling tergantung
Apabila telah terbentuk saling kepercayaan dikalangan masyarakat, tahap berikutnya diperlukan juga kondisi kesepakatan, satu hati dan kebersamaaan dalam menentukan arah kehidupan yang dicita-citakan. Dari kondisi kesepakatan, satu hati dan kebersamaan akan tergambar dengan semakin menguatnya rasa saling tergantung antara individu dengan kelompok dalam masyarakat.
d.      Kesamaan Pandangan tentang tujuan dan misi
Kesamaan pandangan baik mengenai tujuan dan misi menjadi lebih mudah untuk dapat mewujudkan, karena lapisan segmen masyarakat ingin mewujudkan cita-cita yang sama dalam kehidupan masyarakat.


2.8.            PILAR PENEGAK MASYARAKAT MADANI
Yang dimaksud dengan pilar penegak masyarakat madani adalah institusi-institusi yang menjadi bagian social control yang berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Dalam penegakan masyarakat madani, pilar-pilar tersebut menjadi prasyarat mutlakterwujudnya kekuatan masyarakat madani.


2.8.1.      Sifat atau kearakteristik lembaga (institusi) masyarakat madani adalah:
a.         Independen, adalah bahwa negara ini memiliki sifat yang bebas (netral) dari intervensi lembaga lain, baik lembaga pemerintahan maupun nonpemerintahan.
b.        Mandiri, yakni memiliki kemampuan dan kekuatan untuk melaksanakan tugas dan fungsi lembaga, dengan tidak melibatkan pihak lain diluar institusi.
c.         Swaorganisasi, yaitu pengelolaan dan pengendalian institusi dilakukan secara swadaya oleh SDM lembaga
d.        Transparan, yaitu dalam pengelolaandan pengendalian, serta pelaksanaan institusi diselenggarakan dengan nilai-nilai yang jujur, ikhlas dan ditunjuk bagi kesejahteraan masyarakat banyak.
e.         Demokratis, yaitu institusi yang dibentuk, dikelola serta dikendalikan dari, oleh, dan untuk masyarakat sendiri.
f.         Disiplin, yaitu institusi dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus taatdan setia terhadap segenap peraturan perundangan yang berlaku.

2.8.2.      Bentuk instansi masyarakat madani dapat diklasifikasikan dalam tiga macam:
a.      Institusi (lembaga) Sosial, seperti:
·           Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) dan partai politik
·           Organisasi kepemudaan, seperti KNPI, PMII,HMI, KAMMI.
·           Organisasi Kemahasiswaan
·           Organisasi kemasyarakatan, seperti MKGR, Kosgoro, SOKSI dll.
b.      Institusi (lembaga) Keagamaan
Dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat , untuk melakukan pengelolaan, dan pengendalian program-program bagi keagamaan. Bentuk institusinya, seperti:
·         Institusi (lembaga) Keagamaan dalam Islam, seperti NU, Muhammadiyah, MUI, ICM, dll.
·         Institusi (lembaga) Keagamaan Kristen, seperti PGI.
·         Institusi (lembaga) Keagamaan Budha, seperti Walubi.
·         Institusi (lembaga) Keagamaan Hindu, seperti Parsida Hindu Darma
·         Institusi (lembaga) Keagamaan Katholik, seperti KWI
c.       Institusi (lembaga) Paguyuban
Dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat untuk melakukan pengelolaan dan pengendalian program-program bagi peningkatan kekerabatan/kekeluargaan, yang berdasarkan daerah atau suku yang sama.


2.9.            Faktor yang mempengaruhi Masyarakat Madani
2.9.1.      Faktor pendorong timbulnya masyarakat madani   
a.         Adanya penguasa politik yang cenderung mendominasi (menguasai) masyarakat agar patuh dan taat pada penguasa.
b.        Masyarakat diasumsikan sebagai orang yang tidak memilkik kemampuan yang baik (bodoh)  dibandingkan dengan penguasa ( pemerintah).
c.         Adanya usaha untuk membatasiruang gerak dari masyarakat dalam kehidupan poitik. Keadaan ini sangat menyulitkan bagi masyarakat untuk  mengemukakan pendapat, karena ruang publik yang bebaslah individu berada dalam posisi setara, dan melakukan transaksi.

2.9.2.      Faktor Penghambat Timbulnya Masyarakat Madani
a.         Kualitas Sumber Daya Manusiayang belum memadai karena pendidikan yang belum merata.
b.        Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat.
c.         Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
d.        Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas.
e.         Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.
f.         Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi.

2.10.        Solusi Mengatasi Penghambat timbulnya Mayarakat Madani
Salah satu cara untuk mewujudkan masyarakatmadani adalah dengan melakukan demokratisasi pendidikan. Masyarakat madani perlu segera diwujudkan karena bermanfaat untuk meredam berbagai tuntutan reformasi dari dalam negeri maupun tekanan-teknan luar politik dan ekonomi dari luar negeri. Disamping itu, melalui masyarakat madani akan muncul inovasi-inovasi pendidikan dan menghindari terjadinya disintegrasi bangsa.
Demokratisasi pendidikan ialah pendidikan hati nurani yang lebih humanistis dan beradab sesuai dengan cita-cita masyarakat madani. Melalui demokratisasi pendidikan akan terjadi proses kesetaraan antara pendidik dan peserta didik di dalam proses belajar mengajarnya. Dengan komunikasi struktural dan kultural antara pendidik dan peserta didik, maka akan terjadi interaksi yang sehat, wajar, dan bertanggung jawab.
Tujuan demokratisasi pendidikan ialah menghasilkanlulusan yang merdeka, berpikir kritisdan sangat toleran dengan pandangan dan praktik-praktik demokrasi. Dengan demikian, demkratisasi pendidikan berguna untuk menyiapkan peserta didik agar terbiasa bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat secara bertanggung jawab, terbiasa mendengar dengan baik dan menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan keberanian moral yang tinggi,terbiasa bergaul dengan rakyat, ikut merasa memiliki, sama-sama merasakan suka dan duka masyarakatnya, dan mempelajari kehidupan masyarakat.
Kelak jika generasi penerus ini menjadi pemimpin bangsa, maka demokratisasi pendidikan yang telah dialaminya akan mengajarkan kepadanya bahwa seseorang penguasa tidak boleh terserabut dari budaya dan rakyatnya, pemimpin harus senantiasa mengadakan kontak dengan rakyatnya, mengenal dan peka terhadap tuntutan hati nurani rakyatnya, suka dan duka bersama, menghilangkan kesedihan den penderitaan-penderitaan atas kerugian yang dialami rakyatnya.

2.11.         Strategi Membangun Masyarakat Madani
Adapun strategi pemberdayaan masyarakat madani di Indonesia, menurut Dawam (1999) ada tiga strategi yang salah satunya dapat digunakan sebagai strategi dalam memberdayakan masyarakat madani di Indonesia, antara lain :
2.11.1.      Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik.
Strategi ini berpandangan bahwa sistem demokrasi tidak mungkin berlangsung dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran berbangsa dan bernegara yang kuat. Bagi penganut paham ini pelaksanaan demokrasi liberal hanya akan menimbulkan konflik, dan karena itu menjadi sumber instabilitas politik. Saat ini yang diperlukan adalah stabilitas politik sebagai landasan pembangunan, karena pembangunan lebih terbuka terhadap perekonomian global – membutuhkan resiko politik yang minim. Dengan demikian persatuan dan kesatuan bangsa lebih diutamakan dari pada demokrasi.

2.11.2.      Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi.
Strategi ini berpandangan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah menunggu rampungnya tahappembangunan ekonomi. Sejak awal dan secara bersama-sama diperlukan proses demokratisasi yang pada essensinya adalah memperkuat partisipasi.

2.11.3.      Strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat kearah demokratisasi.
Strategi ini muncul akibat kekecewaan terhadap realisasi dari strategi pertama dan kedua. Dengan begitu strategi ini lebih mengutamakan pendidikan dan penyadaran politik, terutama pada golongan menengah yang semakin luas.

Ketiga model strategi pemberdayaan masyarakat madani tersebut dipertegas oleh Hikam bahwa diera transisi ini harus dipikirkan prioritas prioritas pemberdayaan dengan cara memahami target-target group yang paling strategis serta penciptaan pendekatan-pendekatan yang tepat di dalam proses tersebut. Untuk keperluan itu, maka keterlibatan kaum cendikia, LSM, ormas dan keagamaan dan mahasiswa, mutlak adanya.

2.12.             Pemberdayaan Masyarakat Madani
Pendidikan kewarganegaraan diasumsikan sebagai salah satu alternative untuk menjawab upaya pemberdayaan masyarakat madani. Beberapa aspek strategis pendidikan kewarganegaraan dalam rangka pemberdayaan civil society dapat dirunut pada hal hal berikut ini :
1.      Membangun hubungan negara dan masyarakat
Untuk membangun hubungan negara dan masyarakat dalam kerangka civil society secara adil dan berimbang secara normatif dan etik, dapat ditempuh dengan langkah langkah berikut ini :
a.       Inventarisasi variabel yang melekat pada warga negara
b.      Inventarisasi variabel yang melekat pada organisasi negara
c.       Menghubungkan variabel yang melekat pada warga negara dengan variabel yang melekat pada organisasi negara
d.      Mempersepsikan hubungan kedua variabel (negara dan warga) hubungan dengan hak dan kewajiban
e.       Mencari dasar norma sebagai pembenar hubungan antara warga negara dengan negara, yang bersumber dari jiwa dan nilai konstitusi
2.      Optimalisasi pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat madani
Sebuah kata kunci konsep civil society senantiasa berkaitan dengan hak hak dasar manusiayang sering disebut dengan civil rights. Pemberdayaan  civil society sama halnya dengan melakukan kerja programatik bagaimana mengoptimalisasi hak dan kewajiban warga negara. Pendidikan kewarganegaraan mempunyai ‘andil’ besar dalam mengejar tuntutan ini. Embrio materi pendidikan kewarganegaraan yang bersumber pada ‘hak dan kewajiban’ menginsyaratkan bahwa pendidikan ini selalu komitmen dengan upaya optimasisasi dan sosialisasi hak dan kewajiban dank arena itu komitmen pula pemberdayaan civil society.

2.13.            Hubungan Masyarakat Madani dan Demokratisi
Dalam masyarakat madani, warga negara bekerjasama membangun ikatan social, jaringan produktif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-governmental untuk mencapai kebaikan bersama (public good). Karena itu tekanan sentral masyarakat madani terletak pada independensinya terdapat negara. Dari situlah kemudian masyarakat madani dipahami sebagai akar dan awal keterkaitannya dengan demokrasi dan demokratisi.
Masyarakat madani juga dipahami sebagai sebuah tatanan kehidupan yang menginginkan kesejajaran hubungan antara warga negara dengan negara atas dasar prinsip saling menghormati dan bersama sama membangun hubungan yang konsultif bukan konfrontif antara warga negara dan negara. Masyarakat madani tidak hanya bersikap dan berperilaku sebagai citizen yang memiliki hak dan kewajiban, melainkan juga menghormati equal right.
Hubungan antara warga negara dengan negara diibaratkan layaknya dua sisi mata uang yang mana keduanya bersifat ko-eksistensi. Hanya dengan masyarakat madani yang kuatlah demokrasi dapat ditegakan dengan baik dan hanya dengan suasana demokratislah masyarakat madani dapat berkembang. Begitu kuatnya hubungan masyarakat madani dan demokrasi sehingga membuat masyarakat madani dipercayai sebagai “obat mujarab” bagi demokarsi. Tidak hanya itu masyarakat madani juga dipandang sebagai cara pandang untuk memahami universalitas fenomena demokratisi di berbagai kawasan dan negara.
Larry Diamond secara sistematis menyebutkan 6 kontribusi masyarakat madani dalam proses demokrasi :
1.      Menyediakan wahana sumber daya politik, budaya, ekonomi, dan berfungsi sebagai pengawas moral dan penjaga keseimbangan pejabat negara.
2.      Pluralism jika dikoordinir akan menjadi dasar yang penting bagi persaingan demokratis
3.      Memperkaya partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan
4.      Ikut menjaga stabilitas negara
5.      Tempat penggemblengan pimpinan politik
6.      Menghalangi rezim otoriter dan mempercepat runtuhnya rezim
Dalam masyarakat madani terdaat nlai nilai universal tentang pluralisme yang kemudian menghilangkan segala bentuk kecenderungan partikularisme dan sektarianisme. Hal ini jika dalam proses demokrasi akan menjadi elemen terpenting, dimana masing masing individu, etnis dan golonagan mampu menghormati dan menghargai kebhinekaan yang diambil. Jadi hubungan antara masyarakat madani dan demokrasi adalah discourse yang memiliki hubungan korelatif dan berkaitan erat.



















BAB III
PENUTUP
3.1.       Kesimpulan
Masyarakat madani ialah suatu masyarakat yang beradab dalam membangun, , menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Masyarakat madani memiliki Karakteristik Ruang publik yang bebas (Free public sphere), Toleransi, Pluralisme, Keadilan sosial (social justice), Partisipasi sosial, Supremasi hukum, dan Demokrasi. Namun Demokrasi merupakan ciri yang paling dominan dalam masyarakat madani.
Adapun macam strategi yang dapat dilakukan guna membangun masyarakat madani, yakni strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik, strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi, strategi yang memilih membangun masyarakat madani sebagai basis yang kuat kearah demokratisasi.
Untuk mewujudkan masyarakat madani perlu adanya demokratisasi pendidikan, karena cara ini dipandang berguna untuk menyiapkan peserta didik agar terbiasa bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat secara bertanggung jawab, terbiasa mendengar dengan baik dan menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan keberanian moral yang tinggi,terbiasa bergaul dengan rakyat, ikut merasa memiliki, sama-sama merasakan suka dan duka masyarakatnya, dan mempelajari kehidupan masyarakat.























DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 2000.Demokrasi Hak Asasi Manusia Dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif  Hidayatullah.
Ubaidillah, A. dkk. Demokrasi HAM & Masyarakat Madani. Jakarta: ICC UIN Syarif Hidayatullah. 2000.
Saepulloh, Aef & Tarsono. 2012. Modul Pendidikan Kewrganegaraan (civic education). Bandung: FOKUSMEDIA.
Rini Setyani, Dyah Hartati. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional.
http://sukmarahayu,blogspot.com/2012/12/masyarakat-madani.html


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian, Syarat, dan Metode Tahammul wal Ada'

Pengertian Tahammul wa al-Ada’           Tahammul adalah menerima dan mendengar suatu periwayatan hadits dari seorang guru dengan menggunakan beberapa metode penerimaan hadits.[1] Muhammad ‘Ajaj al-Khatib memberikan defenisi dengan kegiatan menerima dan mendengar hadits.[2] Jadi tahammul adalah proses menerima periwayatan sebuah hadits dari seorang guru dengan metode-metode tertentu. Al-‘Ada adalah kegiatan meriwayatkan dan menyampaikan hadits.[3] Menurut Nuruddin ‘Itr adalah menyampaikan atau meriwayatkan hadits kepada orang lain.[4] Jadi al-‘ada adalah proses menyampaikan dan meriwayatkan hadits. At-Tahammulal-Hadist        Menurut bahasa tahammul merupakan masdar dari fi’il madli tahmmala ( ﺗَﺤَﻤَّﻞَ - ﻳَﺘَﺤَﻤَّﻞُ - ﺗَﺤَﻤُﻼ ) yang berarti menanggung , membawa, atau biasa diterjemahkan dengan menerima. Berarti tahammul al-hadits menurut bahasa adalah menerima hadits atau menanggung hadits. Sedangkan tahammul al-hadits menurut istilah ulama ahli hadits, sebagaima

MAKALAH Hadits menurut segi kuantitas rawi (Mutawatir dan Ahad); segi kualitas Rawi (Shahih, Hasan dan Dhaif) LENGKAP

BAB I PENDAHULUAN 1.1      Latar Belakang Seperti yang telah diketahui, hadits diyakini sebagai sumber ajaran Islam setelah kitab suci Al-Quran. Hadits merupakan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW. baik berupa ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum dan ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Selain itu, hadits juga dibutuhkan manusia untuk mengetahui inti-inti ajaran dalam Al-Quran. Jika ayat-ayat dalam Al-Quran mutlak kebenarannya, berbeda dengan hadits yang bisa saja belum jelas periwayatannya, hadits tersebut benar berasal dari Nabi Muhammad SAW. atau bukan. Ditinjau dari segi kuantitasnya, hadits dibagi menjadi mutawatir dan ahad. Sedangkan ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan hadits Mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih dan Hasan, sedangkan yang termasuk dalam ha

Language Varieties (Dialect, Styles, Slang word, Registers)

Language Varieties Group 6 Rizal Fachtur Hidayat (16320017) Balqist Hamada (16320021) Sheni Diah Safitri (16320052) Dhimas Muhammad I. J. (16320053) Yoshi Nur Rahmawati (16320096) Nikma Hidayatul Khasanah (16320101) Audy Oktaviani A. I. (16320140) Roby Inwanuddin Affandi (16320220) Wahida Camelia (16320228) Language Varieties Language varies from one social group to another social group, from one situation to another situation, and from one place to another place. Variation shows that every speaker does not speak the same way all the time. Language varieties indicate that the speakers are distinct from members of other groups (Finegan, 2008) . Language variety that signifies particular situations of use is called registers, it is appropriate for use in particular speech situations. There are some examples of language variations that are of interest to linguist according to   (Akmajian, 1998) , lingua francas, pidgins, creoles, jargon, sl