Langsung ke konten utama

HAID, NIFAS DAN ISTIHADHOH



HAID, NIFAS DAN ISTIHADHOH
HAID
Haidh atau haid (dalam ejaan bahasa Indonesia) adalah darah yang keluar dari rahim seorang wanita pada waktu-waktu tertentu yang bukan karena disebabkan oleh suatu penyakit atau karena adanya proses persalinan, dimana keluarnya darah itu merupakan sunnatullah yang telah ditetapkan oleh Allah kepada seorang wanita.
Usia minimal wanita yang mengalami haid yakni umur 9 tahun. Masa dimana haid berhenti dengan sendirinya disebut menopause yang terjadi saat wanita berumur 60 tahun keatas.
Wanita yang haid tidak dibolehkan untuk shalat, puasa, thawaf, menyentuh mushaf, dan berhubungan intim dengan suami pada kemaluannya. Namun ia diperbolehkan membaca Al-Qur’an dengan tanpa menyentuh mushaf langsung (boleh dengan pembatas atau dengan menggunakan media elektronik seperti komputer, ponsel, ipad, dll), berdzikir, dan boleh melayani atau bermesraan dengan suaminya kecuali pada kemaluannya.
Batasan Haid :
§  Menurut Ulama Syafi’iyyah batas minimal masa haid adalah sehari semalam, dan batas maksimalnya adalah 15 hari. Jika lebih dari 15 hari maka darah itu darah Istihadhah dan wajib bagi wanita tersebut untuk mandi dan shalat. 
§  Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa mengatakan bahwa tidak ada batasan yang pasti mengenai minimal dan maksimal masa haid itu. Dan pendapat inilah yang paling kuat dan paling masuk akal, dan disepakati oleh sebagian besar ulama, termasuk juga Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah juga mengambil pendapat ini. Dalil tidak adanya batasan minimal dan maksimal masa haid
Berhentinya haid :
Indikator selesainya masa haid adalah dengan adanya gumpalan atau lendir putih (seperti keputihan) yang keluar dari jalan rahim. Namun, bila tidak menjumpai adanya lendir putih ini, maka bisa dengan mengeceknya menggunakan kapas putih yang dimasukkan ke dalam vagina. Jika kapas itu tidak terdapat bercak sedikit pun, dan benar-benar bersih, maka wajib mandi dan shalat.
Sebagaimana disebutkan bahwa dahulu para wanita mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan menunjukkan kapas yang terdapat cairan kuning, dan kemudian Aisyah mengatakan :
لاَ تَعْجَلْنَ حَتَّى تَرَيْنَ القَصَّةَ البَيْضَاءَ
“Janganlah kalian terburu-buru sampai kalian melihat gumpalan putih.” (Atsar ini terdapat dalam Shahih Bukhari).

NIFAS
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim wanita setelah seorang wanita melahirkan. Darah ini tentu saja paling mudah untuk dikenali, karena penyebabnya sudah pasti, yaitu karena adanya proses persalinan. 
Batasan nifas : 
Tidak ada batas minimal masa nifas, jika kurang dari 40 hari darah tersebut berhenti maka seorang wanita wajib mandi dan bersuci, kemudian shalat dan dihalalkan atasnya apa-apa yang dihalalkan bagi wanita yang suci. Adapun batasan maksimalnya, para ulama berbeda pendapat tentangnya.
§  Ulama Syafi’iyyah mayoritas berpendapat bahwa umumnya masa nifas adalah 40 hari sesuai dengan kebiasaan wanita pada umumnya, namun batas maksimalnya adalah 60 hari. 
Wanita yang nifas juga tidak boleh melakukan hal-hal yang dilakukan oleh wanita haid, yaitu tidak boleh shalat, puasa, thawaf, menyentuh mushaf, dan berhubungan intim dengan suaminya pada kemaluannya. Namun ia juga diperbolehkan membaca Al-Qur’an dengan tanpa menyentuh mushaf langsung (boleh dengan pembatas atau dengan menggunakan media elektronik seperti komputer, ponsel, ipad, dll), berdzikir, dan boleh melayani atau bermesraan dengan suaminya kecuali pada kemaluannya.

ISTIHADHAH
Istihadhah adalah darah yang keluar di luar kebiasaan, yaitu tidak pada masa haid dan bukan pula karena melahirkan, dan umumnya darah ini keluar ketika sakit, sehingga sering disebut sebagai darah penyakit. Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Muslim mengatakan bahwa istihadhah adalah darah yang mengalir dari kemaluan wanita yang bukan pada waktunya dan keluarnya dari urat.
Wanita yang mengalami istihadhah ini dihukumi sama seperti wanita suci, sehingga ia tetap harus shalat, puasa, dan boleh berhubungan intim dengan suami.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian, Syarat, dan Metode Tahammul wal Ada'

Pengertian Tahammul wa al-Ada’           Tahammul adalah menerima dan mendengar suatu periwayatan hadits dari seorang guru dengan menggunakan beberapa metode penerimaan hadits.[1] Muhammad ‘Ajaj al-Khatib memberikan defenisi dengan kegiatan menerima dan mendengar hadits.[2] Jadi tahammul adalah proses menerima periwayatan sebuah hadits dari seorang guru dengan metode-metode tertentu. Al-‘Ada adalah kegiatan meriwayatkan dan menyampaikan hadits.[3] Menurut Nuruddin ‘Itr adalah menyampaikan atau meriwayatkan hadits kepada orang lain.[4] Jadi al-‘ada adalah proses menyampaikan dan meriwayatkan hadits. At-Tahammulal-Hadist        Menurut bahasa tahammul merupakan masdar dari fi’il madli tahmmala ( ﺗَﺤَﻤَّﻞَ - ﻳَﺘَﺤَﻤَّﻞُ - ﺗَﺤَﻤُﻼ ) yang berarti menanggung , membawa, atau biasa diterjemahkan dengan menerima. Berarti tahammul al-hadits menurut bahasa adalah menerima hadits atau menanggung hadits. Sedangkan tahammul al-hadits menurut istilah ulama ahli hadits, sebagaima

MAKALAH Hadits menurut segi kuantitas rawi (Mutawatir dan Ahad); segi kualitas Rawi (Shahih, Hasan dan Dhaif) LENGKAP

BAB I PENDAHULUAN 1.1      Latar Belakang Seperti yang telah diketahui, hadits diyakini sebagai sumber ajaran Islam setelah kitab suci Al-Quran. Hadits merupakan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW. baik berupa ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum dan ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Selain itu, hadits juga dibutuhkan manusia untuk mengetahui inti-inti ajaran dalam Al-Quran. Jika ayat-ayat dalam Al-Quran mutlak kebenarannya, berbeda dengan hadits yang bisa saja belum jelas periwayatannya, hadits tersebut benar berasal dari Nabi Muhammad SAW. atau bukan. Ditinjau dari segi kuantitasnya, hadits dibagi menjadi mutawatir dan ahad. Sedangkan ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan hadits Mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih dan Hasan, sedangkan yang termasuk dalam ha

Language Varieties (Dialect, Styles, Slang word, Registers)

Language Varieties Group 6 Rizal Fachtur Hidayat (16320017) Balqist Hamada (16320021) Sheni Diah Safitri (16320052) Dhimas Muhammad I. J. (16320053) Yoshi Nur Rahmawati (16320096) Nikma Hidayatul Khasanah (16320101) Audy Oktaviani A. I. (16320140) Roby Inwanuddin Affandi (16320220) Wahida Camelia (16320228) Language Varieties Language varies from one social group to another social group, from one situation to another situation, and from one place to another place. Variation shows that every speaker does not speak the same way all the time. Language varieties indicate that the speakers are distinct from members of other groups (Finegan, 2008) . Language variety that signifies particular situations of use is called registers, it is appropriate for use in particular speech situations. There are some examples of language variations that are of interest to linguist according to   (Akmajian, 1998) , lingua francas, pidgins, creoles, jargon, sl