Kilas Sejarah Tafsir
Pertama, Tafsir Pada Zaman Nabi.
tidak semua
sahabat mengetahui makna yang terkandung dalam al-Qur’an, antara satu dengan
yang lainnya sangat variatif dalam memahami isi dan kandungan al-Qur’an.
Sebagai orang yang paling mengetahui makna al-Qur’an, Rasulullah selalu
memberikan penjelasan kepada sahabatnya,
Tafsir Pada
Zaman Shohabat
Adapun
metode sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an adalah; Menafsirkan Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an, menafsirkan Al-Qur’an dengan sunnah Rasulullah, atau dengan
kemampuan bahasa, adat apa yang mereka dengar dari Ahli kitab (Yahudi dan
Nasroni) yang masuk Islam dan telah bagus keislamannya.
Diantara tokoh mufassir pada
masa ini adalah: Khulafaurrasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali), Abdullah bin
Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin
Zubair dan Aisyah. Namun yang paling banyak menafsirkan dari mereka adalah Ali
bin Abi Tholib, Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Abbas yang mendapatkan
do’a dari Rasulullah.
Penafsiran shahabat yang
didapatkan dari Rasulullah kedudukannya sama dengan hadist marfu’. 3 Atau paling kurang adalah Mauquf. 4
Tafsir Pada Zaman Tabi’in
Metode penafsiran yang
digunakan pada masa ini tidak jauh berbeda dengan masa sahabat, karena para
tabi’in mengambil tafsir dari mereka. Dalam periode ini muncul beberapa
madrasah untuk kajian ilmu tafsir diantaranya:
1)- Madrasah Makkah atau
Madrasah Ibnu Abbas yang melahirkan mufassir terkenal seperti Mujahid bin
Jubair, Said bin Jubair, Ikrimah Maula ibnu Abbas, Towus Al-Yamany dan ‘Atho’
bin Abi Robah.
2)-
Madrasah Madinah atau Madrasah Ubay bin Ka’ab, yang menghasilkan pakar tafsir
seperti Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurodli. Dan 3)-
Madrasah Iraq atau Madrasah Ibnu Mas’ud, diantara murid-muridnya yang terkenal
adalah Al-Qomah bin Qois, Hasan Al-Basry dan Qotadah bin Di’amah As-Sadusy.
Tafsir
yang disepakati oleh para tabiin bisa menjadi hujjah, sebaliknya bila terjadi
perbedaan diantara mereka maka satu pendapat tidak bisa dijadikan dalil atas
pendapat yang lainnya.5
Tafsir Pada Masa Pembukuan
Pembukuan tafsir dilakukan
dalam lima periode yaitu;
Periode Pertama, pada zaman
Bani Muawiyyah dan permulaan zaman Abbasiyah yang masih memasukkan ke dalam sub
bagian dari hadits yang telah dibukukan sebelumnya.
Periode Kedua,Pemisahan tafsir dari hadits dan dibukukan
secara terpisah menjadi satu buku tersendiri. Dengan meletakkan setiap
penafsiran ayat dibawah ayat tersebut, seperti yang dilakukan oleh Ibnu Jarir
At-Thobary, Abu Bakar An-Naisabury, Ibnu Abi Hatim dan Hakim dalam tafsirannya,
dengan mencantumkan sanad masing-masing penafsiran sampai ke Rasulullah,
sahabat dan para tabi’in.
Periode Ketiga, Membukukan tafsir dengan meringkas sanadnya
dan menukil pendapat para ulama’ tanpa menyebutkan orangnya. Hal ini
menyulitkan dalam membedakan antara sanad yang shahih dan yang dhaif yang
menyebabkan para mufassir berikutnya mengambil tafsir ini tanpa melihat
kebenaran atau kesalahan dari tafsir tersebut. Sampai terjadi ketika
mentafsirkan ayat
غير المغضوب عليهم ولاالضالين
ada sepuluh pendapat, padahal
para ulama’ tafsir sepakat bahwa maksud dari ayat tersebut adalah orang-orang Yahudi
dan Nasroni.
Periode Keempat, pembukuan tafsir banyak diwarnai dengan buku – buku tarjamahan dari luar Islam. Sehingga metode penafsiran bil aqly (dengan akal) lebih dominan dibandingkan dengan metode bin naqly ( dengan periwayatan). Pada periode ini juga terjadi spesialisasi tafsir menurut bidang keilmuan para mufassir. Pakar fiqih menafsirkan
ayat Al-Qur’an dari segi hukum seperti Alqurtuby. Pakar sejarah melihatnya dari
sudut sejarah seperti ats-Tsa’laby dan Al-Khozin dan seterusnya.
Periode Kelima, tafsir
maudhu’i yaitu membukukan tafsir menurut suatu pembahasan tertentu sesuai
disiplin bidang keilmuan
seperti yang ditulis oleh Ibnu Qoyyim dalam bukunya At-Tibyan fi Aqsamil
Al-Qur’an, Abu Ja’far An-Nukhas dengan Nasih wal Mansukh, Al-Wahidi Dengan
Asbabun Nuzul dan Al-Jassos dengan Ahkamul Qur’annya.
Metode Penafsiran
Metode penafsiran yang banyak
dilakukan oleh para mufassir adalah:
Pertama, Tafsir Bil Ma’tsur atau Bir-Riwayah
Metode penafsirannya terfokus
pada shohihul manqul (riwayat yang shohih) dengan
menggunakan penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an, penafsiran al-Qur’an dengan
sunnah, penafsiran al-Qur’an dengan perkataan para sahabat dan penafsiran
al-Qur’an dengan perkataan para tabi’in. Yang mana sangat teliti dalam menafsirkan
ayat sesuai dengan riwayat yang ada. Dan penafsiran seperi inilah yang sangat
ideal yang patut dikembangkan. Beberapa contoh kitab tafsir yang menggunakan
metode ini adalah :
1. Tafsir At-Tobary ((جامع البيان في تأويل أى القران terbit 12 jilid
2. Tafsir Ibnu Katsir (تفسير القران العظيم ) dengan 4 jilid
3. Tafsir Al-Baghowy (معالم التنزيل )
4. Tafsir Imam As-Suyuty (الدر المنثور في التفسير بالمأثور ) terbit 6
jilid.
Kedua, Tafsir Bir-Ra’yi (Diroyah).
Metode ini dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:
Ar-Ro’yu al Mahmudah (penafsiran dengan akal yang
diperbolehkan) dengan beberapa syarat diantaranya:
1)- Ijtihad yang dilakukan tidak
keluar dari nilai-nilai al-Qur’an dan as-sunnah
2)- Tidak berseberangan
penafsirannya dengan penafsiran bil ma’tsur, Seorang mufassir harus
menguasai ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tafsir beserta
perangkat-perangkatnya.
Beberapa contoh kitab tafsir
yang menggunakan metodologi ini diantaranya :
1. Tafsir Al-Qurtuby (الجامع
لأحكام القران )
2. Tafsir Al-Jalalain (تفسير
الجلالين)
3. Tafsir Al-Baidhowy (أنوارالتنزيل
و أسرار التأويل).
Ar-Ro’yu Al- mazmumah (penafsiran dengan akal yang dicela /
dilarang), karena bertumpu pada penafsiran makna dengan pemahamannya sendiri.
Dan istinbath (pegambilan hukum) hanya menggunakan
akal/logika semata yang tidak sesuai dengan nilai-nilali syariat Islam.
Kebanyakan metode ini digunakan oleh para ahli bid’ah yang sengaja menafsirkan
ayat al-Qur’an sesuai dengan keyakinannya untuk mengajak orang lain mengikuti
langkahnya. Juga banyak dilakukan oleh ahli tafsir priode sekarang ini.
Diantara contoh kitab tafsir yang menggunakan metode ini adalah:
1. Tafsir Zamakhsyary (الكشاف
عن حقائق التنزيل و عيون الأقاويل في وجوه التأويل )
2. Tafsir syiah “Dua belas” seperti (مرأة الأنوار و مشكاة الأسرار للمولي عبد اللطيف الكازاراني )
jugaمع البيان لعلوم القران لأبي الفضل الطبراسي
3. Tafsir As-Sufiyah dan Al-Bathiniyyah seperti
tafsir حقائف التفسير للسلمي و عرائس البيان في
حقائق القران لأبي محمد الشيرازي
SYARAT DAN ADAB PENAFSIR AL-QUR’AN
Untuk bisa menafsirkan
al-Qur’an, seseorang harus memenuhi beberapa kreteria diantaranya:
1)- Beraqidah shahihah, karena aqidah sangat pengaruh dalam menafsirkan al-Qur’an.
2)- Tidak dengan hawa nafsu
semata, Karena dengan hawa nafsu seseorang akan memenangkan pendapatnya sendiri
tanpa melilhat dalil yang ada. Bahkan terkadang mengalihkan suatu ayat hanya
untuk memenangkan pendapat atau madzhabnya.
3)- Mengikuti urut-urutan dalam
menafsirkan al-Qur’an seperti penafsiran dengan al-Qur’an, kemudian as-sunnah,
perkataan para sahabat dan perkataan para tabi’in.
4)- Faham bahasa arab dan
perangkat-perangkatnya, karena al-Qur’an turun dengan bahasa arab. Mujahid
berkata; “Tidak boleh seorangpun yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, berbicara tentang Kitabullah (al-Qur’an)
jikalau tidak menguasai bahasa arab“.
5)-Memiliki pemahaman yang
mendalam agar bisa mentaujih (mengarahkan) suatu makna atau mengistimbat suatu hukum sesuai dengan nusus syari’ah,
6)- Faham dengan pokok-pokok
ilmu yang ada hubungannya dengan al-Qur’an seperti ilmu nahwu(grammer), al-Isytiqoq (pecahan atau perubahan dari suatu kata ke kata yang
lainnya), al-ma’ani, al-bayan, al-badi’, ilmu qiroat (macam-macam bacaan dalam al-Qur’an), aqidah
shaihah, ushul fiqh, asbabunnuzul, kisah-kisah dalam islam, mengetahui nasikh wal mansukh, fiqh, hadits,
dan lainnya yang dibutuhkan dalam menafsirkan.
Adapun adab yang harus
dimiliki seorang mufassir adalah:
1. Niatnya hanya untuk mencari keridloan Allah
semata.
2. Berakhlak mulia, agar ilmunya bermanfaat dan
dapat dicontoh oleh orang lain
3. Mengamalkan ilmunya,
4. Hati-hati dalam menukil sesuatu, tidak menulis
atau berbicara kecuali setelah menelitinya terlebih dahulu kebenarannya.
5. Berani dalam menyuarakan kebenaran
6. Tenang dan tidak tergesa-gesa terhadap
sesuatu. Baik dalam penulisan maupun dalam penyampaian. Dengan menggunakan
metode yang sistematis dalam menafsirkan suatu ayat. Memulai dari asbabunnuzul,
makna kalimat, menerangkan susunan kata dengan melihat dari sudut balagho,
kemudian menerangkan maksud ayat secara global dan diakhiri dengan mengistimbat
hukum atau faedah yang ada pada ayat tersebut.
CONTOH KITAB TAFSIR DAN
METODOLOGI PENULISANNYA
Nama Kitab : جامع البيان في تفسير أي القران atau yang lebih dikenal dengan
tafsir al-Tabary.
Pengarangnya : Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thobary (224 – 310 H)
Jumlah jilid : 12 jilid besar.
Keistimewaannya : Tafsir ini merupakan referensi bagi para mufassirin terutama
penafsiran binnaqli/biiriwayah. Tafsir bil aqli karena istinbath hukum,
penjabaran berbagai pendapat dengan dan mengupasnya secara detail disertai
analisa yang tajam. Ia merupakan tafsir tertua dan terbagus.
Metodologi Penulisannya:
Penulis menafsirkan ayat
al-Qur’an dengan jelas dan ringkas dengan menukil pendapat para sahabat dan
tabi’in disertai sanadnya. Jikalau dalam ayat tersebut ada dua pendapat atau
lebih, di sebutkan satu persatu dengan dalil dan riwayat dari sahabat maupun
tabi’in yang mendukung dari tiap-tiap pendapat kemudian mentarjih (memilih) diantara pendapat tersebut yang lebih kuat dari segi
dalilnya. Beliau juga mengii’rob (menyebut harakat akhir), mengistimbat hukum jikalau ayat tersebut berkaitan dengan
masalah hukum. Ad-Dawudy dalam bukunya “Thobaqah al-Mufassirin“ mengomentari metode ini dengan ungkapannya:“ Ibnu jarir telah
menyempurnakan tafsirnya dengan menjabarkan tentang hukum-hukum, nasih wal
mansuh, menerangkan mufrodat (kata-kata) sekaligus maknanya, menyebutkan
perbedaaan ulama’ tafsir dalam masalah hukum dan tafsir kemudian memilih
diantara pendapat yang terkuat, mengi’rob kata-kata, mengkonter pendapat
orang-orang sesat, menulis kisah ,berita dan kejadian hari kiamat dan
lain-lainnya yang terkandung didalamnya penuh dengan hikmah dan keajaiban tak
terkira kata demi kata, ayat demi ayat dari isti’adzah sampai abi jad (akhir
ayat). Bahkan jikalau seorang ulama’ mengaku mengarang sepuluh kitab yang
diambil dari tafsir ini, dan setiap kitab mengandung satu disiplin keilmuan
dengan keajaiban yang mengagungkan akan diakuinya (karangan tersebut).
2. Tafsir Ibnu Katsir
Nama kitab : تفسير القران العظيم lebih dikenal dengan Tafsir Ibnu
Katsir.
Jumlah jilid : 4 Jilid
Nama penulis : Imaduddin Abul Fida’ Ismail bin Amr bin Katsir
(w 774 H)
Keutamaanya : Merupakan tafsir terpopuler setelah tafsir
At-Thobary dengan
metode bil ma’tsur.
Metodologi penulisannya:
Penulis sangat teliti dalam
mentafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan menukil perkataan para salafus sholeh.
Ia menafsirkan ayat dengan ibarat yang jelas dan mudah dipahami. Menerangkan ayat
dengan ayat yang lainnya dan membandingkannya agar lebih jelas maknanya. Beliau
juga menyebutkan hadits-hadits yang berhubungan dengan ayat tersebut
dilanjutkan dengan penafsiran para sahabat dan para tabi’in. Beliau juga
sering mentarjih diantara beberapa pendapat yang berbeda, juga
mengomentari riwayat yang shoheh atau yang dhoif(lemah). mengomentari periwayatan isroiliyyat. Dalam menafsirkan ayat-ayat hukum, ia
menyebutkan pendapat para Fuqaha (ulama’ fiqih) dengan mendiskusikan
dalil-dalilnya, walaupun tidak secara panjang lebar. Imam Suyuthy dan Zarqoni
menyanjung tafsir ini dengan berkomentar ;” Sesungguhnya belum ada ulama’ yang mengarang
dalam metode seperti ini “.
3. Tafsir Al-Qurtuby
Nama kitab : الجامع لأحكام القران
Jumlah jilid : 11 jilid dengan daftar isinya.
Nama penulisnya : Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Qurtuby (w
671 H).
Keutamaanya : Ibnu Farhun berkata,” tafsir yang paling
bagus dan paling
banyak manfaatnya, membuang kisah dan sejarah, diganti
dengan hukum dan istimbat
dalil, serta menerangkan I’rob,
qiroat, nasikh dan mansukh”.
Metode penulisannya :
Penulis terkenal dengan gaya
penulisan ulama’ fiqih., dengan menukil tafsir dan hukum dari para ulama’ salaf
dengan menyebutkan pendapatnya masing-masing. Dan membahas suatu permasalahan
fiqhiyah dengan mendetil. Membuang kisah dan sejarah, diganti dengan hukum dan
istimbat dalil, juga I’rob, qiroat, nasikh dan mansukh. Beliau tidak ta’assub (panatik) dengan mazhabnya yaitu mazhab Maliki.
4. Tafsir Syinqithy
Nama kitab : أضواء البيان في إيضاح القران
بالقران
Jumlah jilid : 9 jilid.
Nama penulisnya : Muhammad Amin al-Mukhtar As-Syinqithy
Metodologi penulisannya:
Menekankan penafsiran
bil-ma’tsur dengan dilengkafi qira’ah as-sab’ah dan qiro’ah
syadz (lemah) untukistisyhad (pelengkap). Menerangkan masalah fiqih dengan
terperinci, dengan menyebut pendapat disertai dalil-dalilnya dan mentarjih
berdasarkan dalil yang kuat. Pembahasan masalah bahasa dan usul fiqih. Beliau
wafat dan belum sempat menyelesaikan tafsirnya yang kemudian dilengkapi oleh
murid sekaligus menantunya yaitu Syekh ‘Athiyah Muhammad Salim.
1 Adz-Dzahabi, at-Tafsir wa al-Mufassirun 1/13, Manna’ al-Qattan, Mabaahits fi Ulumi al-Qur’an hal : 323.
2 Abdul
Hamid al-Bilaly, al-Mukhtashar al-Mashun min
Kitab al-Tafsir wa al-Mufashirun, (Kuwait: Daar al-Dakwah, 1405) hal. 8
qur’an ole mann’ al-qotton hal
; 340-342
Komentar
Posting Komentar