Stilistika Al-Quran
Istilah
stilistika berasal dari istilah stylistics dalam bahasa Inggris. Istilah
stilistika atau stylistics terdiri dari dua kata style dan ics. Stylist adalah
pengarang atau pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam
mode. Ics atau ika adalah ilmu, kaji, telaah. Stilistika adalah ilmu gaya atau
ilmu gaya bahasa.
Uslub berasal dari kata salaba – yaslubu – salbanyang
berarti merampas, merampok dan mengupas. Sedangkan uslub menurut istilah adalah cara
berbicara yang diambil mutakallim dalam menyusun kalimatnya dan memilih
lafaz-lafaznya.[4]
Muhammad
‘Abdul-‘Azim az-Zarqany, Manahilul-‘Irfan…,hlm.
198
Dengan
demikian, uslub merupakan cara yang dipilih
mutakallim atau penulis di dalam menyusun lafaz-lafaz untuk mengungkapkan suatu
tujuan dan makna kalamnya. Dan uslub terdiri dari tiga hal, yaitu cara,
lafaz dan makna. Sedangkan dalam aspek keilmunya tentang studi ilmu uslub/gaya
bahasa disebut uslubiyyah atau kita sering menyebutnya dengan
istilah stilistika.
Dengan
demikian uslub al-Qur’an (stilistika al-Quran) adalah metodenya yang eksellen
dalam menyusun kalimat-kalimatnya dan pemilihan lafaz-lafaznya. Maka tidak aneh
jika uslub al-Qur’an berbeda dengan uslub kitab-kitab samawiyah lainnya.
Sebagaimana juga uslub yang dipakai manusia berbeda satu
sama lain sebanyak kuantitas jumlah mereka, bahkan uslub yang dipakai seorang akan berbeda sesuai dengan tema dan
dan konteksnya.
klasifikasiuslub yang
berlaku di kalangan bangsa Arab. Secara global, uslub dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
- Uslub khitaby (gaya bahasa retorika)
Retorika merupakan salah satu
seni yang berlaku pada bangsa Arab yang mempunyai karakteristik dengan
kandungan makna yang kuat, memakai lafaz} yang serasi, argumentasi yang relevan
dan kekuatan IQ oratornya. Biasanya seorang orator berbicara mengenai tema yang
relevan dengan realitas kehidupan untuk membawa audiens mengikuti pemikirannya. Uslub yang
indah, jelas, lugas merupakan unsur yang dominan dalam retorika untuk
mempengaruhi aspek psikis audiens.[7]
2. Uslub ‘Ilmy (gaya
bahasa ilmiah)
USLUB
‘ILMY HARUS JAUH DARI ASPEK SUBYEKTIF DAN EMOTIF PENUTURNYA, KARENA
EKSPERIMEN ILMIAH ITU OBYEKTIF DAN TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN ASPEK PSIKIS,
EMOTIF DAN KONDISI ORANG YANG MELAKUKANNYA.[8] USLUB ‘ILMIAH MEMBUTUHKAN
LOGIKA YANG BAIK, PEMIKIRAN YANG LURUS SERTA JAUH DARI IMAJINASI DAN EMOSI,
KARENA SASARANNYA ADALAH PIKIRAN DAN MENJELASKAN FAKTA-FAKTA ILMIAH.
Karakteristik uslub
‘ilmiah adalah jelas dan lugas. Namun juga harus menampakkan efek
keindahan dan kekuatan penjelasan, argumentasi yang kuat, redaksi yang mudah,
rasa yang brilian dalam memilih kosa kata dan informasi yang dapat dipahami
dengan mudah.[9] Oleh karena itu, uslub
‘ilmiah harus tematik dan terhindar dari majaz, kinayah dan permainan
kata-kata lainnya.
3. Uslub Adaby (Gaya
bahasa Sastra)
Uslub adaby sangat subyektif, karena ia
merupakan ungkapan jiwa pengarangnya, pemikirannya dan emosinya.
Oleh karena itu, uslub adaby sangat spesifik.[10]
Sasaran uslub adaby adalah
aspek emosi bukan logika, karena uslub ini digunakan untuk
memberi efek perasaan pembaca. Oleh karena itu, temanya mempunyai relevansi
yang erat dengan jiwa pengarang dan mengesampingkan teori ilmiah, argumentasi
logis, terminologi ilmiah dan penomoran-penomoran.
Sebagai contoh adalah firman Allah SWT:
فَمَنْ يُرِدِ اللهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ
لِلاِسْلاَمِ وَمَنْ يُرِدْ اَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا
كَاَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِى السَّمَآءِ.[11]
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit.”[12]
Al-Qurtuby menyatakan, bahwa maksud Allah melapangkan dadanya untuk
(memeluk agama) Islam adalah
Allah meluaskan hatinya dan memberinya kekuatan untuk memeluk agama Islam serta
memberikan pahala kepadanya.[13] Arti harajan (sesak lagi sempit) dalam ayat di atas
menurut ibn ‘Abbas adalah tempat pohon yang sangat rapat, maka seolah-olah hati
orang kafir tidak dapat tersentuh oleh hikmah, sebagaimana hewan ternak yang
tidak dapat sampai ke tempat yang rapat oleh pepohonan. [14] Sedangkan az-Zujaj berpendapat, bahwa haraj adalah adyaqu ad-dayyiq (kesempitan yang paling sempit).[15]Dan
kesempitan itu dipersonifikasikan dengan orang yang mendaki ke langit (ka
annama yas}a‘adu fis-sama’).
Pada masa turunnya ayat di atas, kemajuan ilmu
pengetahuan untuk menjelajah ke ruang angkasa belum dikenal. Maka tasybih dalam ayat di atas merupakan uslub tasybihyang dikaji
keindahannya secara balagy.
Namun al-Qur’an di samping indah bahasanya, juga sekaligus mengandung kebenaran
ilmiah. ‘Abdul-H{amid Dayyab dan Ah}mad Qurquz menyatakan, bahwa ayat di atas
mengandung i’jaz ilmy. Bahwa mendaki ke langit pada saat
turunnya ayat dianggap
sesuatu yang khayal. Maka diartikan sebagai kalimat majazi. Namun ternyata
sesuai dengan penemuan ilmu pengetahuan modern. Bahwa orang yang naik ke langit
akan merasakan sesak nafas dan semakin ke atas semakin sesak hingga tidak dapat
bernafas. Hal ini disebabkan dua hal, yaitu menipisnya kadar oksigen dan
berkurangnya atmosfer yang menyelimuti bumi.[16]
Contoh-Contoh Uslub Al-Quran
Alquran di dalammenyuruh, melarang, danmemberipilihankepadahamba,
tidakhanyamemakaisemacamuslubsaja. Berikutiniuslub-uslub yang terdapat di dalam
Al-Quran, antara lain:[9]
1. UslubdalamMenyuruhSuatuPerbuatan
Alquran dalam menuntut kita mengerjakan suatu pekerjaan
menggunakan sepuluh macam uslub, salah satu yaitu pertama, menyuruh dengan
jelas menggunakan kata suruhan, seperti firman Allah Ta’ala:
إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُ
بِٱلۡعَدۡلِ وَٱلۡإِحۡسَٰنِ وَإِيتَآيِٕ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَيَنۡهَىٰ عَنِ
ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِۚ يَعِظُكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٩٠
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.” (Q.S. An-Nahl: 90)
Kedua, menerangkanbahwaperbuatan yang
diperintahkanitudiwajibkankepada yang dikenaihukum.
يَٰٓأَيُّهَاٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡقِصَاصُ فِي ٱلۡقَتۡلَىۖ.......
“Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkanataskamuqishaashberkenaandengan orang-orang yang dibunuh...” (Q.S.
Al-Baqarah: 178)
2. UslubdalamMencegahSuatuPerbuatan
Dalam mengungkapkan larangan, Al-Quran menggunakan sembilan uslub,
salah satu yaitu pertama, dengan jelas memakai kata mencegah, seperti:
....وَيَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ
وَٱلۡمُنكَرِ وَٱلۡبَغۡيِۚ......
“....dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan....” (Q.S. An-Nahl: 90)
Kedua, denganmemakai kata “mengharamkan”, seperti:
.... وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٣
“....dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang
mukmin.” (Q.S. An-Nur: 3)
3. Uslub dalam memberi hak pilih untuk
mengerjakan sesuatu atau
tidak.
Pertama, menyandarkan kata “halal” kepadapekerjaan,
ataudipertautkandenganpekerjaan, seperti:
يَٰٓأَيُّهَاٱلَّذِينَ
ءَامَنُوٓاْ أَوۡفُواْ بِٱلۡعُقُودِۚ أُحِلَّتۡ لَكُم بَهِيمَةُ ٱلۡأَنۡعَٰمِ
إِلَّا مَا يُتۡلَىٰ عَلَيۡكُمۡ غَيۡرَ مُحِلِّي ٱلصَّيۡدِ وَأَنتُمۡ حُرُمٌۗ
إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ مَا يُرِيدُ ١
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian
itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (Q.S.
Al-Maidah:1)
Kedua, meniadakan dosa, seperti:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَيۡتَةَ
وَٱلدَّمَ وَلَحۡمَ ٱلۡخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ بِهِۦ لِغَيۡرِ ٱللَّهِۖ فَمَنِ
ٱضۡطُرَّ غَيۡرَ بَاغٖ وَلَا عَادٖ فَلَآ إِثۡمَ عَلَيۡهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ
رَّحِيمٌ ١٧٣
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.
Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Baqarah: 173)
Uslub
Al-Quran mempunyai karakteristik, yaitu: sentuhan lafaz Al-Quran melalui
keindahan intonasi Al-Quran dan keindahan bahasa Al-Quran, dapat diterima semua
lapisan masyarakat, Al-Quran menyentuh (diterima) akal dan perasaan, keserasian
rangkaian kalimat Al-Quran dan kekayaan seni redaksional.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa gaya bahasa Al-Qur`an adalah kumpulan
kata-kata dan kalimat yang berasal dari sumber dan redaksi yang sama dari
berbagai macam variasi yang berbeda yang digunakan oleh Al-Qur`an dalam
mengungkapkan dan menyampaikan maksud yang dikehendakinya. Variasi yang
dimaksudkan adalah ungkapan dan susunan kalimat yang digunakan oleh al-Qur`an
dalam mengungkapkan maksudnya.
B.
Karakteristik gaya bahasa Al-Qur`an
Karakteristik Al-Qur`an menurut Quraish shihab diantaranya[3]:
1. Susunan kata dan kalimat
Al-Qur`an meliputi
a. Nada dan langgamnya
yang unik terdapat dalam Q.S An-Nazi’at: 1-4
“Demi
(malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras,Dan (malaikat-malaikat)
yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut,Dan (malaikat-malaikat) yang turun
dari langit dengan cepat,Dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan
kencang”
Ayat-ayat al-qur’an walaupun
sebagaimana telah ditegaskan oleh allah, bukan syair atau puisi tetapi terasa
dan terdengar mempunyai keunikan dalam irama dan ritmenya. Hal itu di akui oleh
cendikiawan Inggris, Marmaduke Pickhal dalam The Meaning Glorious Qur`an,
Picklah berkata :“al-Qur`an mempunyai simfoni yang tidak ada taranya sehingga
setian nada-nadanya dapat menggerakkan manusia untuk menangis dan bersuka
cita”.
b. Singkat
dan padat, terdapat yang terdapat pada QS. Al-Baqarah: 212
“Kehidupan dunia dijadikan indah
dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang
beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di
hari kiamat. dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya
tanpa batas”.
Allah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada siapa yang dikehendakinya. Orang-orang kafir sangat terlena
dengan kehidupan dunia dan orang muslim yang beriman akan dimudahkan oleh Allah
rezekinya.
c. Memuaskan
para pemikir dan orang awam.
Seorang awam akan merasa puas
karena memahami ayat-ayat al-Qur`an sesuai dengan keterbatasannya. Akan tetapi,
ayat yang sama dapat di pahami dengan luas oleh pilosof atau para pemikir dalam
pengertian baru yang tidak terjangkau oleh orang awam
d. Memuaskan
akal dan jiwa.
Manusia memiliki daya pikir dan
daya rasa atau akal dan kalbu. Daya pikirnya memberikan argumentasi gna
mendukung pandangannya, sedangkan daya kalbu mengantyarkannya untuk
mengekspresikan keindahan ayat-ayat al-Qur`an dan mengembangkan imajinasinya.
e. Keidahan
dan ketepatan maknanya
Terdapat pada surah Az-Zumar 71
terdapat uraian tentang orang-orang kafir dan mukmin yang diantarkan oleh para
malaikat ke neraka dan surga.
“Orang-orang
kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan. sehingga apabila mereka
sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka
penjaga-penjaganya: "Apakah belum pernah datang kepadamu Rasul-rasul di
antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu
akan Pertemuan dengan hari ini?" mereka menjawab: "Benar (telah datang)".
tetapi telah pasti Berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir”.
Kemudian
bandingkan dengan ayat 73 pada surah yang sama
“Dan orang-orang yang bertakwa
kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga berombong-rombongan (pula). sehingga
apabila mereka sampai ke syurga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan
berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan)
atasmu. Berbahagialah kamu! Maka masukilah syurga ini, sedang kamu kekal di
dalamnya".
Bila diperhatikan dengan seksama,
kedua yat diatas digambarkan dengan kalimat yang serupa, kecuali penyebutan
nama kelompok, tempat hunian, letak ucapan oara malaikat penjaga neraka dan
surga. Namun, ada sedikit perbedaan kecil pada uraian tentang penghuni surga,
ynang secara sepintas bila dianggap tidak perlu. Perbedaan tersebut adalah
penambahan huruf و pada kata فُتِحَتْ (futihat) huruf tersebut tidak terdapat
bdalam uraian tentang penghuni neraka.
Susunan kata dan kalimat
Al-Qur`an muncul dengan susunan yang baik dan indah, mengagumkan karena
keserasiaan dan keindahannya, dan keharmonisan susunannya.
2. Keseimbangan
redaksi
a. Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya. Contoh diantaranya Al-Hidayah
(hidup) dan Al-Maut (mati), masing-masing sebanyak 145 kali
b. Kesimbangan
jumlah bilangan kata dengan sinonim atau makna yang dikandungnya. Contohnya
yaitu Al-Harts dan Az-zira’ah (membajak/bertani) masing-masing 14 kali
c. Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjukkan akibatnya.
Contohnya Al-Infaq (infaq) dengan Ar-Ridha (kerelaan) masing-masing 73 kali
d. Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya. Contohnya Al-Israf
(pemborosan) dengan As-Sur’ah (ketergesaan) masing-masing 23 kali
3. Ketelitian
redaksinya
Sebagai contoh kata As-sama’
(pendengaran) dan Al-Absar (penglihatan) dalam arti indera manusia, ditemukan
dalam al-Qur`an secara bergantian sebanyak 13 kali.
C. Ragam Gaya Bahasa Al-Qur`an
Dalam hal ini ada beberapa yang digunakan
al-Qur`an seperti uslub al-jadal (gaya perdebatan), amtsal (gaya bahasa
perumpamaan) al-qasam (gaya sumpah) al-qashash (gaya berkisah).
1. Al-Jadal (perdebatan)[4]
Jadal atau jidal adalah bertukar
pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan. Allah
menyatakan dalam al-qur`an bahwa jadal atau berdebat merupakan salah satu tabat
manusia hal ini terdapat dalam QS.Al-kahfi ayat 54, An-Nahl 125, Al-Ankabut 46.
2. Amtsal (perumpamaan)
Inbarim al nizhami berpendapat,
bahasa tamsil memiliki empat keistimewaan yang tidak dimiliki oleh gaya bahasa
yang lain yaitu simpel lafaznya, tepat pengertiannya, indah tasybih
(penyerupaan) nya, dan mengena serta tajam sindirannya. Menurut Al Hasan bin al
Fadhl, salah seorang Mutaqaddimin menyebutkan almasal yakni mengeluarkan
sesuatu yang tertutup, tersembunyi, dan samar-samar kepada sesuatu yang
terbuka, terang, dan jelas, serta menghilangkan keraguan.[5]
3. Al-Aqsam (Sumpah)
Aqsam adalah bentuk jamak dari
qasam yang berarti al-hilf dan al-yamin, yakni sumpah. Sighat asli qasam ialah
fi’il atau kata kerja “aqsama”. Qasam yaitu mengikat jiwa atau hati tidak
melakukan sesuatu dengan sesuatu makna yang dipandang besar, baik secara hakiki
oleh orang yang bersumpah.[6]
4. Al-qashash
(gaya berkisah)
Kisah berasal dari kata al-qassu
yang berarti mencari atau mengikuti jejak. Kata alqasan adalah bentuk masdar.
Qasas al-Qur`an adalah pemberitaan qur`an tentang hal ihwal umat yang telah
lalu, kenabian yang terdahulu, dan peristiwa-peristiwa yang telah tyerjadi.
Qur`an banyak mengandung keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah
bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan [enggalan atau jejak setiap umat, ia
menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik.[7]
D. Hikmah varian gaya bahasa al-qur`an
a. untuk menemukan
kebenaran dan mengakkan kebenaran atas bukti-bukti yang ada
b. memberikan petunjuk kepada
orang kafir yang menentang al-qur`an dan mengalahkan para penentang al-qur`an.
a. Melahirkan
sesuatu yang dipahami dengan akal dalam bentuk rupa yang dapat dirasakan oleh
panca indera
b. Mengungkapkan
hakikat-hakikat dan mengemukakan sesuatu yang jauh dari pikiiran seperti
mengemukakan sesuatu yang dekat pada pikiran
c. Mengumpulkan
makna yang indah dalam suatu ibarat yang pendek
3. Hikmah
sumpah dalam al-Qur`an
Al-Bukhari dalam bukunya, Mahasin
AL-Islam wa Syara’I Al-Islam telah menuturkan rahasia-rahasia dibalik
penyebutan nama Allah dalam bersumpah, diantaranya[10] :
a. Melalui
sumpah seseorang mengepresikan pemuliaan hatinya trehadap Allah dengan menyebut
namanya.
b. Menghiasi
pembicaraan dengan menyebut nama Allah.
c. Huruf
yang diperkenankan untuk dipakai ketika bersumpah adalah ba’, ta’, dan wawu.
d. Terkadang
Allang bersumpah dengan menggunakan huruf naïf (negatif).
e. Seandainya
seseorang bersumpah untuk tidak mengerjakan shalat dan puasa ramadhan, maka
batalllah sumpahnya. Hal ini karena, sumpahnya itu tidak dapat dijadikan alasan
untuk meninggalkan kedua kewajiban itu.
a. Menjelaskan
asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syati’at yang dibawa
oleh para nabi
!$tBur $uZù=y™ö‘r& `ÏB šÎ=ö6s% `ÏB @Aqß™§‘ žwÎ) ûÓÇrqçR Ïmø‹s9Î) ¼çm¯Rr&Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& Èbr߉ç7ôã$$sù ÇËÎÈ
“Dan Kami tidak mengutus seorang
Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasanya tidak ada
Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku’”.
b. Meneguhkan
hati Rasulullah dan hati umat muhammad atas agama Allah, memeperkuat
kepercayaan orang mukmin tentang menangnya dan para pendukungnya serta
hancurnya kebatilan dan para pembelanya.
c. Membenarkan
para nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan
jejak dan peninggalannya.
d. Menampakkan
kebenaran mehammad dalam da’wahnya dengan apa yang diberitakannya tentang hal
yang ihwal orang-orang terdahulu disepanjang kurun dan generasi.
e. Menyibak
kebohongan ahli kitab dengan hujjah yeng membeberkan keeterangan dan petunjuk
yang mereka sembunyikan, dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri
sebelum kitab itu diubag dan diganti.
f. Kisah
adalah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar
dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung didalamnya kedalam jiwa.
Alhamdulilla sangat bermanfaat tp ko footnotenya g dicantumkan yah 🙏
BalasHapus