Langsung ke konten utama

Fungsi Hadis Terhadap Al Quran



Fungsi hadis terhadap Al quran

Fungsi hadis terhadap al qur�an sebagaimana diukemukakan Muhammad Abu Zahw sebagai berikut :

 
1. Bayan al-Tafshil
Merinci ke-mujmal-an (global)n al-Qur�an, sehingga dapat dipahami umat islam. Contoh : perintah melaksanakan sholat, berzakat, haji dll. Yang mana teknik oprasionalnya tidak ada dalam al-Qur�an.
Dalam al-Qur’an ada perintah melaksanakan sholat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji dan lain-lain. Namun teknik operasional dari kewajiban-kewajiban tersebut tidak dijumpai dalam al-Qur’an melainkan ditetapkan oleh sunnah. Sebagai contoh perintah sholat dan zakat dalam surat al-Baqoroh 110, tanpa disertai aturan teknis operasional bagaimana perintah sholat dan zakat tersebut harus dilaksanakan.
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Baqoroh : 110)
Dari ketentuan teks al-Qur’an tersebut, kemudian Rasulullah memperaktikkan sholat dan kemudian bersabda :
صلوا كما رأيتمو ني أصلي
“Shoatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku mengerjakan sholat”. (HR. al-Bukhari)
2. Bayan al-Ta�kid
Memperkuat hukum-hukum yang telah ditetapkan dalam al-Qur�an. Jadi hadis mengulangi apa yang dikatakan al-Qur�an sebagai penguat.Contoh : dalam QS. an-Nisa�: 29 �Hai orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta di antara kamu sekalian dengan jalan bathil� yang juga di jelaskan sebagai penguat oleh Nabi �Tidak halal harta seorang muslim, kecuali (hasil dari pekerjaan) yang baik dari dirinya sendiri�. (HR. Ahmad)

3. Bayan al-Muthlaq atau Bayan al-Taqyid
Memberikan batasan-batasan atas ayat-ayat yang disebutkan secara muthlak. Sebagaimana dalam al-Qur�an surat al-Nisa� : 7 yang secara umum menjelaskan bahwa anak laki-laki dan perempuan adalah ahli waris bagi dari orang tua nya yang telah meninggal dunia.
Ayat tersebut bersifat muthlak (umum), yang kemudian Nabi memberikan qayyid (batasan), bahwa hak waris itu tidak dapat diberikan kepada mereka yang menjadi penyebab kematian orang tuanya.

4. Bayan al-Takhsis
Mengkhususkan lafadz-lafadz di dalam al-Qur�an yang masih bersifat umum (amm). Contoh : firman Allah dalam QS. Al-Nisa�:24 yang menjelaskan tentang keharaman menikahi wanita-wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang dimiliki, dan kehalalan pernikahan dari yang tertera dalam QS. Al-Nisa�:24 tersebut. Nabi mentakhsis dengan mengharamkan memadu istri dengan bibi, baik dari garis ibu maupun ayah.

5. Bayan al-Tasyri�
Menetapkan suatu hukum yang tidak disebutkan dalam al-Qur�an secara jelas. Contoh : dalam QS. Al-Maidah: 3 tentang keharaman bangkai, darah, daging babi dan sesuatu yang disembelih tidak dengan menyebut nama Allah. Kemudia Nabi menambahkan penjelas dari ayat tersebut, bahwa binatang buas yang bertaring dan burung yang kukunya mencengkram karena saking tajamnya.

6. Bayan al-Naskh
Menghapuskan hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur�an. Fungsi yang demikian ini adalah bagi mereka yang berpendapat bahwa hadis dapat me-nasakh al-Qur�an, walaupun pendapat seperti ini agak berlebihan. Contoh : Fungsi hadits yang demikian ini adalah  bagi mereka yang berpendapat bahwa hadits dapat me-nasakh al-Qur’an walaupun sebenarnya pendapat semacam ini agak berlebihan. Mereka memberi contoh dari hadits rasulullah yaitu :
ان الله قد أعطى كل ذي حق حقه فلا وصية لو رث
“Sesungguhnya allah telah memberikan kepada tiap-tiap orang haknya (masing-masing). Maka tidak ada wasiat bagi ahli waris (HR. Ahmad dan al-Arba’ah, kecuali al-Nasai)
Hadits tersebut me-nasakh hukum bolehnya wasiat kepada kedua orang tua dan kerabat sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 180 berikut 
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah : 180)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian, Syarat, dan Metode Tahammul wal Ada'

Pengertian Tahammul wa al-Ada’           Tahammul adalah menerima dan mendengar suatu periwayatan hadits dari seorang guru dengan menggunakan beberapa metode penerimaan hadits.[1] Muhammad ‘Ajaj al-Khatib memberikan defenisi dengan kegiatan menerima dan mendengar hadits.[2] Jadi tahammul adalah proses menerima periwayatan sebuah hadits dari seorang guru dengan metode-metode tertentu. Al-‘Ada adalah kegiatan meriwayatkan dan menyampaikan hadits.[3] Menurut Nuruddin ‘Itr adalah menyampaikan atau meriwayatkan hadits kepada orang lain.[4] Jadi al-‘ada adalah proses menyampaikan dan meriwayatkan hadits. At-Tahammulal-Hadist        Menurut bahasa tahammul merupakan masdar dari fi’il madli tahmmala ( ﺗَﺤَﻤَّﻞَ - ﻳَﺘَﺤَﻤَّﻞُ - ﺗَﺤَﻤُﻼ ) yang berarti menanggung , membawa, atau biasa diterjemahkan dengan menerima. Berarti tahammul al-hadits menurut bahasa adalah menerima hadits atau menanggung hadits. Sedangkan tahammul al-hadits menurut istilah ulama ahli hadits, sebagaima

MAKALAH Hadits menurut segi kuantitas rawi (Mutawatir dan Ahad); segi kualitas Rawi (Shahih, Hasan dan Dhaif) LENGKAP

BAB I PENDAHULUAN 1.1      Latar Belakang Seperti yang telah diketahui, hadits diyakini sebagai sumber ajaran Islam setelah kitab suci Al-Quran. Hadits merupakan segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW. baik berupa ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum dan ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Selain itu, hadits juga dibutuhkan manusia untuk mengetahui inti-inti ajaran dalam Al-Quran. Jika ayat-ayat dalam Al-Quran mutlak kebenarannya, berbeda dengan hadits yang bisa saja belum jelas periwayatannya, hadits tersebut benar berasal dari Nabi Muhammad SAW. atau bukan. Ditinjau dari segi kuantitasnya, hadits dibagi menjadi mutawatir dan ahad. Sedangkan ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan hadits Mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits Shahih dan Hasan, sedangkan yang termasuk dalam ha

Language Varieties (Dialect, Styles, Slang word, Registers)

Language Varieties Group 6 Rizal Fachtur Hidayat (16320017) Balqist Hamada (16320021) Sheni Diah Safitri (16320052) Dhimas Muhammad I. J. (16320053) Yoshi Nur Rahmawati (16320096) Nikma Hidayatul Khasanah (16320101) Audy Oktaviani A. I. (16320140) Roby Inwanuddin Affandi (16320220) Wahida Camelia (16320228) Language Varieties Language varies from one social group to another social group, from one situation to another situation, and from one place to another place. Variation shows that every speaker does not speak the same way all the time. Language varieties indicate that the speakers are distinct from members of other groups (Finegan, 2008) . Language variety that signifies particular situations of use is called registers, it is appropriate for use in particular speech situations. There are some examples of language variations that are of interest to linguist according to   (Akmajian, 1998) , lingua francas, pidgins, creoles, jargon, sl